Skip to main content

Pertama kali makan di Cozy

Ilustrasi/eastjavatraveler.com
Sebenarnya banyak tempat makan bagus dan enak di Salatiga. Saya pikir ini materi omongan bagi yang doyan makan di resto/kafe atau yang suka kuliner. Saya juga mau makan di resto/kafe terus-terusan, tapi kalau begitu terus yang kasian uangnya. Apalagi anak kost. Kalau baru dapat kiriman, iya.. maksudnya saya mempersilakan makan di resto tapi kalau sudah memasuki tanggal 25an, hmmm,, siap-siap ke burjo deh. Tapi sepertinya tidak semua orang begini, ada juga yang bisa setiap hari menikmati sedapnya makanan mahal, yah itu siy orang-orang kaya yah.. :)

Saya sendiri senang makan di tempat yang agak terbuka. Tepatnya, tidak terlalu sesak dan tidak teralu ribut. Dan pastinya, bersih. Mungkin karena pikiran seperti itu makanya saya agak jarang makan di kafe kampus. Pasalnya, di sana mahasiswa-mahasiswa kadang ramai sekali dan sebagian besar merokok. Kafe jadi sesak. Untung kalau kafenya bersih, tapi kalau sudah banyak kertas terbuang di lantai, puntung rokok, bungkus rokok dan macam-macam yang bikin kotor di situ, wah itu yang jadi masalah. Padahal mereka yang makan di kafe adalah mahasiswa, kelas intelektual tapi kalau urusan  memelihara kebersihan lingkungan begitu-begitu saja (seperti yang saya singgung seputar suasana kafe). Tapi sekali lagi, ini tidak semua mahasiswa. Semoga saya termasuk mahasiswa yang mencintai kebersihan, amin.

Saya kalau sudah masuk ke resto/kafe untuk makan pasti akan lama. Bahkan lama sekali. Kecuali kalau ramai (jumlah teman bisa sampai 10 orang, biasanya acara ulang tahunan), lama makan di sana akan disesuaikan dengan yang traktir heheheh. Saya akan sangat lama di resto/kafe jika hanya berdua dengan teman, bertiga, berempat dan dan paling banyak berlima. Lama karena setelah makan akan dilanjutkan sesi ngobrol atau curhat atau ada hot spot gratis buat on line, itu lebih bagus. Tambahan agenda, paling diskusi. Diskusi materi ringan hingga materi berat. Yang saya kategorikan materi berat seperti politik, hukum, ekonomi atau filsafat, sekali-sekali gerakan mahasiswa. Nah, kalau diskusi seperti itu untuk kelas mahasiswa akan bagus. 

Hari Kamis lalu (16/01/2011) salah seorang teman yang pulang dari Lampung mengajak makan bareng. Memang minggu ini adalah waktu kedatangan teman-teman yang pulang kampung. Waktunya kembali ke kampus maksudnya. Nah temanku yang dari Lampung saya panggil Danis. Sewaktu di BPMU kami pernah sama-sama sebagai pimpinan (ngomong-ngomong, di sini saya tidak bermaksud narsis atau menyombongkan diri atau apapunlah itu, saya hanya bilang seadanya). Dia ngajak beberapa teman untuk gabung. Pukul 19.20 WIB  saya meluncur ke alamat indekostnya di daerah kemiri I, padahal janjinya jam 7 malam, nah lho….

Sesampai di sana, sudah ada dua teman nunggu selain Danis. Fendy dan Natalia. Ngobrol sedikit sambil bercanda garing sama Danis dan Natalia, mereka berdua baru pulang dari rumah orang tua, Danis dari Lampung, Natalia dari Bekasi. Saya saya sendiri tetap di salatiga. 

Karena tidak ada tanda-tanda tambahan personel, kami akhirnya jalan ke resto Cozy. Oyah, tulisan ini tidak bermaksud mempromosikan Cozy, tapi sebatas pengalaman saya sendiri dan teman. Resto Cozy letaknya agak jauh dari alamat indekost kami. Jalan ke arah belakang Ramayana terus ke atas, sayang saya sudah lupa nama jalannya. Mungkin karena letaknya jauh makanya saya belum pernah masuk ke resto ini. Sesampai di sana, kami langsung masuk. Restonya bagus. Tata letak furniturenya pas menurutku. Ini menurut kaca mata pandangan saya, tidak tau kalau yang melihat orang desain interior, pasti akan lain tanggaannya. Bangunan resto Cozy berlantai dua. Di lantai dua ada tempat makan indoor dan teras. Kami memilih makan di teras. Ini yang saya suka, makan bersama teman di tempat yang ‘terbuka’. Di tempat makannya bisa lihat bintang di langit. Kalau tidak ada bintang, masih ada lampu jalan yang bagus dipandangi. Kalau fasilitas di dalam ruang sendiri (masih di lantai dua), tempat duduknya dari sofa dan ada infocus juga. Infocus buat nonton film. Selain itu, ada keyboard juga. Bagi yang bisa main keyboard, silahkan mainkan :).

Beberapa menit di Cozy, kami masih berempat. Belum ada teman yang datang lagi. Hmm,, kurang ramai niy menurutku. Padahal kata Danis udah pada di smsin. Saya ingat Krisma. Sekalian saja saya ajakin gabung di Cozy untuk makan bersama. Dia mau gabung juga, akhirnya saya jemput di samping Ramayana. Jadilah kami berlima di resto Cozy.

Saya senang sekali makan di sana. Hanya satu yang kurang asyik bagi saya. Tempatnya bagus, kemudian tempat kami (posisi kami) duduk di teras. Dari situ kita bisa melihat langit terbuka dan lampu-lampu Kota Salatiga. Sangat bagus viewnya. Saya sempat pindah tempat duduk di meja sebelah, duduk sendiri dan menikmati pemandangan Kota Salatiga. Sangat nikmat rasanya. Puas di meja sebelah, saya akhirnya gabung kembali bersama teman-teman di meja semula. Di situ mereka asyik main game Monopoly. Ini yang kurang asyik bagi saya. Ya mau bagaimana lagi. Mau tidak mau jadi penonton di situ. Nonton sampai mual hehehhe..

Setelah mereka bosan main game Monopoly, kami sepakat untuk pulang. Bayar tagihan dulu, kemudian tancap gas pulang ke indekost masing-masing. 

Salatiga, 08 Januari 2011

Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op