Skip to main content

Ibadah Sambil Update Status

'status'. courtesy of ngerumpi.com
Apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam sebuah ibadah?. Ibadah apapun itu, yang bersifat ritual. Pertanyaan ini boleh tertuju pada semua insan dari denominasi berbeda. Ibadah adalah ritual agamawi yang sejatinya berlangsung secara khusyuk, tenang, memberi spirit kepada jemaatnya dan tentunya semakin menguatkan silaturahmi antara jemaat dan Tuhan. Berarti itu bukan acara main-main. Namun, bukan juga acara yang sarat dengan ritus kaku dan mengekang. Ibadah merupakan panggilan hati yang artinya tidak ada paksaan untuk menjalaninya dan juga dilakukan sesuai dengan prinsipnya. 

Saat ini, ada banyak hal yang bisa mengganggu prosesi berlangsungnya ibadah yang kudus. Saya sering memperhatikan hal ini ketika mengikuti peribadatan di gedung Gereja atau tempat lain dimana dilangsungkannya ibadah (oikumene). Khusus anak muda atau kalangan pegandrung gatged jenis smartphone. Pada saat ibadah berlangsung, gatged itu tidak lepas dari tangan. Tebak apa yang mereka lakukan dengan gatgednya?, mereka aktif merambah dunia maya - social networking. Apa lagi kalau bukan update status di akun Twitter atau Facebook.com.

Teknologi ada untuk memudahkan manusia melakukan aktivitas namun juga bisa merusak jika digunakan tidak sesaui dengan peruntukannya. Bolehkan disebuat sebagai penyalahgunaan?. Silahkan pembaca sendiri yang menjawabnya. Yang jelas, apa yang saya mau katakan bahwa alangkah indahnya jika teknologi itu digunakan pada tempat dan waktu yang tepat.

Saya juga mau update status seperti itu, tapi masalahnya smartphone saja tak punya. Tapi bukan itu masalah pokoknya, yang jadi masalah adalah mengganggu ketenangan orang yang duduk di samping orang yang sedang memperbarui status tersebut. Kalau manusia saja merasa terganggu ketenangannya, pasti Tuhan juga akan sangat terganggu. Kalau manusia biasa merasa risih, apalagi dengan Tuhan.

Memperbaharui status itu sebenarnya tidak ada yang salah. Yang salah adalah adalah posisi dan waktu seseorang melakukannya. Jika dilakukan di tempat dan waktu yang tidak salah, maka tidak akan ada yang risih. Tuhan pasti tidak akan risih. Jadi bagaimana selanjutnya?. Saya juga tidak tau. Saya pikir lebih enak jika smartphone-smartphone itu dimatikan saja ketika sedang mengikuti ibadah. Semuanya akan aman. Jangan mau digodai iblis untuk menyia-nyiakan waktu berhubungan dengan Tuhan, karena kita tau iblis itu sangat lihai. 


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op