Skip to main content

Eh... ada Coto Makassar dan Sub Kondro di Salatiga

Coto Makassar/http://rachat-ag.blogspot.com
Suka makan??.. pastilah iya..!. Selama manusia yang masih hidup, pastilah butuh makanan sebagai sumber kalori untuk dapat melakukan usaha setiap hari. Kalau perut so lapar skali dan makanan yang ada hanya ini dan itu, akan langsung disikat saja. Tidak akan sempat lagi memperhatikan halal tidaknya makanan yang sedang disantap.

Soalnya saya sering mengalami hal demikian (semua jenis makanan jadi halal). Kapan lagi kalau bukan di atas gunung (saat pendakian/climbing), karena di sana memang tak ada warung makan untuk beli makanan sesuka hati. Jenis makanan apa saja yang ada dan layak untuk dimakan, yah santap saja... dari pada kelaparan dan tidak bisa mendaki lagi... lain soal jika memang masih bisa menahan hawa nafsu makan, artinya masih bisa memilah mana yang halal dan mana yang tidak. Hmmmmmm... anggaplah isi paragraf ini guyonan saja, ayo lanjut ke paragraf berikutnya, ngomongin Coto Makassar dan Sub Kondro.

Coto Makassar dan Sub Kondro adalah makanan khas Makassar, Sulawesi Selatan. Selanjutnya saya akan lebih banyak cerita tentang Coto Makassar. Coto Makassar (Kalau orang Jawa sering menyebut 'soto') adalah makanan berkuah dengan isi daging sapi dan jeroan sapi. Masakannya didominasi bumbu serai, daun bawang dan seledri, selain itu masih ada bumbu-bumbu lain sebagai pelengkap untuk membuat Coto Makassar jadi lebih nikmat dan serasa berada di tepi pantai Losari :P.

Saya sendiri sebenarnya sudah beberapa kali dikasi tau teman kalau ada tempat makan Coto Makassar di Salatiga. Tapi kadang saya malas ke sana untuk makan, apalagi kalau mood jauh-jauh cari makan lagi tidak bagus atau tidak ada teman makan. Nah, kemarin kebetulan di twitter lagi ada teman yang menyinggung coto, langsung saja saya panasi dia. Saya langsung ajak dia makan coto karena dia sudah tau tempatnya. Dia mau, dan dia ajak satu teman lagi untuk gabung. Jadinya kami bertiga, sebut saja teman saya namanya James dan Dian. Kami sama-sama dari Sulawesi, dan sama-sama pernah merasakan Coto Makassar di sana (Sulawesi).

Kami jalan menuju TKP (setelah tertunda gara-gara hujan), berangkat bareng dari kost Dian. Nama TKPnya adalah 'Warung Coto Makasar', letaknya di belakang GOR Kridanggo. Kemarin adalah pertama kali saya makan di situ, asyik juga. Saya 'sikat' dua Burassa (ini juga makanan khas Makassar - nasi yang dimasak dalam bungkusan daun pisang) dan satu Ketupat sebagai pelengkap Coto Makassar. Itu porsinya besar untuk ukuran cowok. Tapi jangan salah... Dian yang makan di samping saya juga 'sikat' tiga Ketupat dan satu porsi Coto Makassar, nambah coto pula. Oyah, hampir lupa.. saya juga nambah coto. James juga iya, nambah

Situasi dan kondisi yang bikin nambah ini dan itu. Karena kemarin waktu kami makan, sudah jam 1 siang, artinya sudah lewat waktu makan siang kemudian di luar juga sementara hujan. Jadinya semuanya lahap.

Setelah hujan reda, baru kami 'cabut' dari situ. Hmmmmmm... lumayan enaklah pikirku, kapan-kapan ke sini lagi deh hehehhehe.. 


Comments

  1. hahaha
    itukan lagi lapar-laparnya kak :D

    ayoo kapan lagii

    ReplyDelete
  2. pernah aku barusan sama Jems kesana lagi lho..
    pas kamu ke SMA lab tuh cuci mata hehehhe....

    tinggal atur waktu aja.. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Oleh-oleh Cerita Liburan dari Salatiga

Halo semuanya,,,, Bulan Desember ini pasti kalian pada menikmati liburan. Begitu pula denganku, semenjak tanggal 3 bulan ini, kegiatan perkuliahan reguler kampus kami mulai libur. Liburnya cukup lama, hingga sebulan lebih mengingat kami akan aktif berkuliah kembali tanggal 4 Januari 2011 untuk Semester Genap Tahun Ajaran 2010-2011. Ini adalah liburan terlama dalam satu tahun ajaran dan kebetulan bertepatan dengan nuansa Natal.  Di kampus saya (Universitas Kristen Satya Wacana) mayoritas mahasiswanya adalah pendatang dari hampir seluruh penjuru tanah air. Berada dalam linkungan UKSW sendiri serasa di TMII. Kelompok-kelompok mahasiswa sangat diwarnai dengan berbagai latar suku, bahasa, ras, bahasa bahkan agama. Secara tidak langsung kita sudah belajar toleransi kultural di lapangan. Sangat senang berkuliah di sini. Kini memasuki masa libur panjang. Keriuhan UKSW sedikit teredakan, di kampus yang ada hanya pepohonan hijau yang semakin rimbun, para petugas keamanan kampus yang masih ra