Skip to main content

Aku yang dulu dan sekarang

Dulu sekali, saya mendapati diri saya yang masih lugu di kota ini. Datang dengan tujuan belajar, lebih tepatnya berkuliah. Asalnya tak tanggung-tanggung, dari pulau seberang. Waktu berlalu begitu cepat tanpa terasa. Tanpa terasa sekarang sudah memasuki tanggal 11 Maret 2011. Rentang waktu itu sudah sangat lama dan seolah-olah hanya berlalu begitu saja. Tapi itu adalah siklus alam yang hanya jadi misteri. Sekarang yang menjadi penentu adalah manusianya, adakah nilai yang didapatkan dari dereretan ruang dan waktu yang menjadi siklus?. Siapapun juga pasti tidak akan bisa merubah siklus itu. Disitulah keterbatasan manusia.


Waktu itu tahun 2006, tepatnya tanggal 11 Agustus, saya menginjakkan kaki di bandara Internasional Adi Sucipto Yogyakarta. Itu adalah awal saya berkenalan dengan segala sesuatu yang ada di Kota Salatiga ini. Ruang-ruang dan waktu banyak terisi tapi hanya menyisakan memori. Yang ada adalah ruang dan waktu yang silih berganti. Memori yang tersimpan inilah yang menjadi penanda saya memiliki nilai. Menjejali tak, menguras energi. Memang suatu kewajiban, terkadang membosankan, tapi tak jarang juga bikin senang. Saya senang, bingung, cemas, gelisah takut tapi akhirnya kembali tegar. Itulah saya adanya, variabel-variabel itu semakin menguatkan saya sebagai eksistensi terbatas. Parameter-parameternya tidak pernah ada batasan. Jika saja parameter setiap variabel dalam kehidupan ini dapat dimanipulasi, saya akan menggeser batas-batas intervalnya hingga semuanya menjadi optimal dalam hidup saya. Karena saya adalah eksistensi terbatas, maka ruang dan waktu itu hanya dapat saya saksikan datang dan pergi. Kemampuan saya adalah menata memori. Membuang yang jelek dan menyimpan yang bagus. 

Suatu saat (dan bahkan harus) memori itu akan diujikan. Akan diujisilangkan dengan realitas yang telah terjadi yang telah diakomodasi oleh ruang dan waktu. Kajian dan observasi diperlukan, butuh metode. 

Dan akhirnya saya mendapati diri saya saat ini. Lebih dari 1000 hari telah terlewatkan. Saya mendapati diri saya sedang mengumpulkan dan menata ulang nilai-nilai yang telah diberikan oleh ruang dan waktu itu. 

Salatiga, i'm being here... 'but... as soon as i can.. i'll not be here again...  Nice,, inilah kehidupan. Buatlah jadi indah. Buatlah jadi indah, cantik, berkesan, semuanya memiliki makna, bernilai. Hingga berdampak baik dalam kosmos ini, paling tidak untuk setiap partikel pada diri sendiri.


Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op