Skip to main content

Sedikit mereligikan diri

SMS dengan HP jadul. Jadi juga...
Tadi malam (29/042011), saya mengirimkan sebuah pesan singkat kepada seseorang, berbunyi “...,satu hal penting yang sepertinya kamu lupa. Doa. Coba minta kekuatan dari DIA dan kepenuhan hati...”. Sedikit mereligikan diri he he he…. dan juga ingin memberikan suatu penguatan, suatu pengingat, kepada seseorang agar tidak melupakan hal kecil yang saya maksudkan itu. Saya mengatakan demikian karena saya sendiri sudah mengalaminya. Ketika saya merasa jatuh, merasa lemah hingga tak mampu berbuat sesuatu, saat itu saya dikuatkan oleh DIA. Saya kemudian merasakan kehadiranNya. Saat saya jauh dari DIA, seolah ada suara lembut yang terus memberikan teguran, setia mengingatkan agar saya kembali mendekat kepada DIA. Saya merasa berhutang sangat besar jika melewatkan waktu sekitar dua jam di gereja pada hari Minggu. Inilah kesaksian kecil, sekelumit kisah dari antara besarnya kasih Tuhan dalam setiap detik perjalanan hidup saya.

Menurut saya, doa itu perlu. Kuasa doa sangat indah untuk digambarkan. Dengan Doa, saya dapat merasakan kehadiran Tuhan yang dengan penuh kasih mendampingi. Walaupun banyak orang yang menyangsikan eksistensi Tuhan namun dengan iman yang terus digenggam, eksistensi Tuhan itu dapat dirasakan.

Saya mengirimkan pesan singkat itu tadi malam karena berdasarkan pada apa yang terjadi dalam setiap detik hidup saya sendiri. Saya tidak mau asal memberikan pesan, padahal saya sendiri tidak mengalaminya. Saya tidak ingin seperti itu. Satu balasan pesan dari sana, dia mengatakan “Hehe, iya kk, aku juga dikit2 dgn doa koq,, nanti ini aku doa,.. Makasi ya kk parman untk pengalaman yg di bagi ini, sip deh pokoknya,..”. Saya membacanya seraya menarik nafas panjang sambil tersenyum kecil, ingin mengatakan, “hmmm… semoga yah”. Dari keseluruhan catatan ini, saya selalu terinspirasi isi Mazmur 23.  
***
Isi Mazmur 23 kemudian digubah menjadi syair lagu Kidung Jemaat dengan judul “Gembala baik bersuling nan merdu”. Saya sangat menyukai lagu ini. Kesukaan saya pertama kali muncul ketika memperhatikan dan mencoba meresapi syair lagu itu pada saat dinyanyikan oleh kelompok paduan suara Jemaat Banga, suatu jemaat kecil di desa saya. Waktu itu masa Natal dan dimeriahkan dengan lomba paduan sura antar jemaat di GPIL. Saya masih di bangku SMP. Peserta lomba paduan suara dari Jemaat Banga kebetulan menginap di rumah kami pada saat lomba dilangsungkan. GPIL Jemaat Bala sebagai tuan rumah lomba, terletak dekat dari rumah kami, tapi kami sekeluarga tidak bergereja di situ, kami di Gereja Toraja Jemaat Maindo. Setiap kali mereka latihan paduan suara di halaman rumah, saya selalu hadir melihat mereka, sambil memperhatikan pemain gitar memainkan senarnya. Itu juga masa-masa saya mulai belajar memetik senar gitar. Kemudian secara otodidak, saya melatih memainkan chord untuk lagu itu. Saya menyukai syair dan nadanya. 
***
Untuk hal seperti ini, saya biasanya rada-rada serius ber-SMS ria dengan orang yang dekat dengan saya. Jadi sama-sama melow. Salah satu yang sempat saya pajang di blogspot adalah isi sms saya dengan Rere, salah satu teman dekat saya di Salatiga. 

Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op