Opini. sumber : media.kompasiana.com |
Semasa kekuasaan rezim Orde Baru, pemerintah secara sengaja melakukan propaganda sistematis kepada rakyatnya melalui media yang telah dikontrol sedemikian rupa. Tentunya informasi yang dikonsumsi rakyat adalah semua hal baik yang telah dilakukan pemerintah. Fakta secara proporsianal tidak disajikan kepada publik. Fungsi media sebagai salah satu pilar demokrasi dalam melakukan kontrol publik/sosial kepada penguasa ditumpulkan oleh penguasa itu sendiri. Ini adalah pemandangan ironis dalam konteks perwujudan good governance.
Mahasiswa adalah pemilik intelektual yang siap melakukan gerakan moral, suatu gerakan yang berbasis pada hati nurani dan idealisme. Mahasiswa kerap secara lantang bersuara mengingatkan penguasa yang tidur, malas, seronok dan tidak manusiawi memerintah. Jika penguasa mulai memble menjalankan tugasnya, jangan marah jika ada sekumpulan mahasiswa turun ke jalan mengangkat spanduk, bendera, panflet dan toa. Itu semua adalah kontekstualisasi mahasiswa memerankan fungsinya sebagai kekuatan politik independen berbasis moral.
Pasca gerakan reformasi, kita memasuki era keterbukaan informasi yang juga didukung kebebasan berekspresi. Kini terlihat media massa tak lagi bekerja di bawah bayang-bayang pemberangusan. Di sini yang menjadi kunci adalah pemuatan fakta berimbang di media sesuai dengan etika jurnalisme. Ketika pers menjalankan fungsinya secara objektif, pada saat itu kelompok pengusa dapat menjalankan sistem pemerintahan partisipatif dan akuntabel dan di satu sisi media dapat melakukan kontrol publik pada gerak-gerik penguasa.
Hingga saat ini kekuatan mahasiswa tidak pernah surut. Sepanjang mahasiswa memahami eksistensinya secara esensial, gerakan-gerakan moral tak akan pernah berhenti. Konstelasi-konstelasi mahasiswa masih kuat. Era kebebasan bereskpresi menjadi salah satu peluang bagi mahasiswa untuk menyatakan pendapatnya. Koran-koran lokal dan nasional juga memberi peluang bagi pembaca untuk menyampaikan opini, bahkan ada yang khusus menyediakan ruang bagi mahasiswa untuk bersuara. Ini adalah peluang yang cukup baik bagi mahasiswa untuk terus memberikan atensi kepada tulinya penguasa.
Koran adalah media yang ampuh untuk menumbuhkan dan memainkan nalar publik. Di sinilah mahasiswa ditantang untuk semakin kreatif bersuara sesuai dengan idealismenya. Koran masih menjadi konsumsi masyarakat umum. Opini-opini berkualitas yang termuat di koran dapat menjadi inspirasi/pemicu kepada masyarakat untuk membangkitkan kesadarannya. mahasiswa hanya sekumpulan kecil jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat, tapi ini bukan jadi penghalang bagi mahasiswa untuk terus memberi inspirasi. Saatnya untuk menjadi minoritas yang berdaya cipta, minoritas yang mampu menggerakkan masyarakat luas. Menyampaikan opini melalui koran menjadi warna tersendiri bagi gerakan mahasiswa.
Menyampaikan argumentasi melalui koran bukan barang mudah. Tak jarang media menolak memuat tulisan dengan alasan kurang tajam, kurang analitis atau terlalu sensitif. Pada kondisi ini sangatlah dibutuhkan keuletan dari seorang mahasiswa untuk terus menerus mengasah ketajaman opini dalam bentuk tulisan.
Kedepan, kehadiran mahasiswa dalam rangka memberi stimulan penyadaran publik masih sangat dibutuhkan. Penyampaian opini melalui koran adalah peluang bagi mahasiswa untuk menyatakan perannya. Mari mengambil peran ini dan terus menyampaikan opini dalam lingkup Indonesia yang sedang membangun serta meberi arah bagi perkembangan masyarakat bangsa.
Kota mungil Salatiga, 19 April 2011
Kota mungil Salatiga, 19 April 2011
mahasiswa, masa depan bangsa :D
ReplyDeletenice post
terima kasih sudah berkunjung Orangekusuka...
ReplyDeleteYah, semoga mahasiswa tetap menunjukkan eksistensinya kedepan dalam mengisi pembangunan..
salam kenal..