Skip to main content

Oleh-oleh Cerita Liburan dari Salatiga

Halo semuanya,,,,


Bulan Desember ini pasti kalian pada menikmati liburan. Begitu pula denganku, semenjak tanggal 3 bulan ini, kegiatan perkuliahan reguler kampus kami mulai libur. Liburnya cukup lama, hingga sebulan lebih mengingat kami akan aktif berkuliah kembali tanggal 4 Januari 2011 untuk Semester Genap Tahun Ajaran 2010-2011. Ini adalah liburan terlama dalam satu tahun ajaran dan kebetulan bertepatan dengan nuansa Natal. 

Di kampus saya (Universitas Kristen Satya Wacana) mayoritas mahasiswanya adalah pendatang dari hampir seluruh penjuru tanah air. Berada dalam linkungan UKSW sendiri serasa di TMII. Kelompok-kelompok mahasiswa sangat diwarnai dengan berbagai latar suku, bahasa, ras, bahasa bahkan agama. Secara tidak langsung kita sudah belajar toleransi kultural di lapangan. Sangat senang berkuliah di sini.

Kini memasuki masa libur panjang. Keriuhan UKSW sedikit teredakan, di kampus yang ada hanya pepohonan hijau yang semakin rimbun, para petugas keamanan kampus yang masih rajin berpatroli, para petugas kebersihan dan masih ada juga satu dua orang mahasiswa yang bersantai di sana.

UKSW tidak terlepas dari Kota Salatiga. Kota kecil mungil yang berada di bawah kaki gunung Merbabu. Udara sejuk dataran tinggi masih sangat terasa di sini. Apalagi sekarang memasuki masa musim hujan, Kota Salatiga tidak akan pernah luput dari selimut kabut putih. Jika menyempatkan diri menikmati pemandangan Kota dari tempat yang lebih tinggi, di bawah akan terlihat samar-samar bangunan kota yang mulai ditutupi kabut. Semakin lama kabut itu semakin tebal menutupi Kota Salatiga hingga terlihat hamparan alam yang diputihkan oleh kabut. Serasa berada di gunung dan menikmati lembah yang mulai tertutupi kabut. Apapun yang berada di bawah lembah itu akan habis deselimuti kabut putih hingga menyisakan pemandangan putih di depan mata. Namun suara-suara kendaraan bermotor masih saja ramai di bawah menandakan bahwa kehadiran kabut tebal tidak mengganggu aktifitas masyarakat kota ini. 

Lebih asyik lagi kalau pemandangannya kita nikmati beberapa tahun lalu. Setiap hari Kota Salatiga akan ditemani sang kabut, ciptaan Tuhan yang sengaja dihadirkan mendampingi keberadaan sang Kota Salatiga. Temperatur di sini pasti rendah yang akan memaksa siapa saja untuk selalu siap sedia dengan jaket. Tiap malam orang-orang akan tertidur bersama selimut tebal dan menjelang subuh semua orang siap-siap kehadiran udara yang sangat dingin. Mugkin takaran suhu mencapai titik terendah untuk Kota Salatiga. Selanjutnya pagi-pagi orang akan kekegeran dalam kamar mandi karean mandi dengan air yang sangat dingin. Diguyur air dingin pada pagi hari akan membuat ujung-ujung jemari terlihat kaku, pucat-pasi dan akan berkerut karena kadinginan. Sementara di luar rumah kabut putih masih setia menemani, nanti dia akan pergi pada saat menjelang siang., pada saat matahari mulai mencapai zenit.


Tapi, dasar karna manusia kota yang tidak mau lepas dari teknologi yang menyebabkan suhu kota ini semakin hangat. Kuantitas kendaaraan bermotor (bahan bakar fosil) semakin meningkat, fertilitas tinggi, urbanisasi tinggi sementara penataan kota yang bersahabat dengan lingkugan sepertinya tidak ada. Udara makin hari terasa makin hangat. Saat ini, jika matahari terik saya bisa saja telanjang dada di kamar kost. Karena saking gerahnya. 

Masyarakat Kota Salatiga tidak terlalu banyak, sekitar 180.000. Menurutku tak banyak untuk ukuran sebuah wilayah kota dengan luas 17,87 km² itu. Tapi kalau untuk ukuran suporter sebuah keseblasan itu sudah sangat banyak. Ukuran gila lah kalau mau menjadi supporter, stadion Rungrado May Day sebagai stadion terbesar Bumi saja tak cukup menampung suporter sebanyak itu heheheheh.

Salatiga dan UKSW adalah dua frase yang akan selalu bertalian. Total mahasiswa UKSW melebihi angka 12.000 orang. Pada saat liburan, apalagi liburan Natal seperti ini hampir semua akan pulang kampung.

Untuk liburan kali ini saya tidak pulang dulu. Memang ada aktivitas yang tidak bisa kutinggallakan di sini. Masih adalah kesempatan lain untuk bertemu dengan keluarga tercinta, bukan hanya liburan kali ini. Saya hanya mengucapkan selamat berlibur bagi seluruh teman-teman kuliahku.

Menikmati hari-hari libur di Kota Salatiga, tak banyak yang bisa dikerjakan. Hari-hari biasa (hari sibuk kuliah), urusan mencari warung makan sangat gampang. Kalau di daerah Kemiri, hampir setiap 50 Meter aka ada warung makan. Malam hari, mungkin lebih banyak lagi jumlahnya karena penjual Nasi Goreng mulai buka  demikian pula dengan warung-warung Nasi Kucing (kucingan). Tinggal pintar-pintarnya kita milih tempat mana yang enak, bersih dan pastinya murah (ini adalah sifat dan kelakuan anak kost hahhahhahah).

Tapi kalau sudah libur panjang, siap-siap saja untuk repot masalah makan-makanan. Cari tempat makan yang pas susahnya minta ampun. Beda jauh sama saat-saat aktif kuliah reguler.

Kalau bicara pemandangan Kota Salatiga, tetap saja cantik. Bikin naksir buat siapa saja yang melihatnya. Saat liburan, justru lebih leluasa melalui jalan-jalan kota sambil melihat-lihat ke arah pegunungan. Di tempat jauh sana terlihat gunung yang tampak kebiruan, di puncaknya ada awan putih yang ngotot tidak mau pindah-pihdah. Sangat jarang mendapati pemandangan yang betul-betul bersih dari kehadiran awan a.k.a pemandangan cerah. Jalan terus kearah luar kota akan terlihat sawah-sawah yang mulai degarap, ada yang padinya mulai dewasa. Lebih jauh lagi disana ada hutan-hutan kecil, mungin hanya kumpulan batang pohon tapi kalau dilihat dari jauh akan seperti hutan apalagi letaknya seperti gundukan (bukit). Di tengah gundukan menara baja berdiri kokoh, yah,, paling pemancar tuh.. :)

Suatu pagi saya sempatkan diri jalan-jalan di kota ini. Untuk melihat matahari terbit. Sangat jarang ada kesempatan untuk menikmati pemandangan seperti ini. Biasanya jika aktif kuliah reguler, saya tidur larut malam dan bangunnya pun selalu kesiangan. Jadi waktu untuk menikmati pemandangan matahari terbit (sunrise) sudah lewat. Selalau begitu. Parahlah.. hahahhha...

Pagi itu saya coba untuk sedikit tampil beda. Bangun pagi terus sikat gigi, cuci muka, siap-siapkan hal yang perlu dan meluncurlah keluar kost. Pergi mencari tempat pas untuk menyambut matahari pagi. "Hei saya disini... " seolah-olah kataku dalam hati saat menunggu matahari muncul dari arah Timur. Saya memang sangat suka dengan pemandangan seperti itu apalagi jika saya berada di puncak gunung dan menunggu sang matahari  untuk terbit. Sangat indah. Saya sempat memotret pemandangan.


Dari Arah Pattimura 

Jl. Pattimura
Gambar di atas adalah pemandangan gunung Merbabu yang masih di selimuti awan putih.
Kaloka
Gambar di atas adalah pemandangan di sekitar bundaran Kaloka memandang ke arah Timur.
Bundaran Kaloka
Gambar di atas adalah Bundaran Kaloka Salatiga. Tugunya masih kokoh. Tugu ini direncanakan akan direklamasi konon dengan biaya Rp.3 M
Merbabu
Gambar di atas adalah pemangan ke arah Barat. Nampak gambar Rumah Dinas Walikota, Hotel Wahid Salatiga dan pastinya gunung Merbabu. Puncaknya masih diselimuti awan.
Jensud
Gambar di atas adalalah pemandangan Jalan Jendral Sudirman waktu pagi. Gunung merbabu tetap ada di sana.
Nanggulan
Gambar di atas adalah di daerah Pabelan, dari Salatiga jalan ke arah Timur Laut. Nampak Padi yang masih hijau dengan latar belakang gunung Nanggulan.
Jln. Ahmad Yani
Gambar di atas adalah pemandangan jalan raya di Jln. Ahmad Yani. Masih lumayan sepi, biasanya di sini lalulintas kendaraaan bermotor lumayan ramai.
Masjid
Gambar di atas adalah gambar Masjid terbesar Salatiga. Dilihat dari Lapangan Pancasila.
Lapangan Pancasila
Gambar di atas adalah pemandangan cantik di Lapangan Pancasila waktu pagi. Nampak masyarakat bersantai dan berolahraga.
Jln. Pemotongan
Pada gambar di atas adalah pemandangan Jalan Pemotongan waktu pagi. Masih lumayan sepi juga dari biasanya.






Pose saya


Gambar di atas adalah penampakan diriku hehehhe,,,, letaknya di daerah Nanggulan.


Jalan-jalan lagi keliling Kota Salatiga pasti akan sangat menyenangkan. 

Sampai di sini dulu ceritanya..





Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op