Skip to main content

Salam dari Maluku

Ini adalah salam dari lubuk hati yang paling dalam, “Salam dari Ambon”. Setelah kurang lebih sebulan saya berada di Karawaci, Tangerang, kini sekarang saya berada di Kota Ambon, Maluku. Sebenarnya sudah lama, sejak tanggal 30 Maret 2013 yang lalu. Saya ditempatkan di kota ini karena pekerjaan.

Ambon dan mendungnya
Tak pernah terbayang sebelumnya. Ambon itu indah, sungguh. Memang Tuhan sungguh luar biasa menjadikan Ambon sebagai kota yang eksotis dengan panorama alamnya. Pertama kali keindahan itu terpampang ketika pesawat mulai memasuki Teluk Ambon. Hutan yang terlihat dari udara masih asri, pegunungan masih terlihat indah dengan pepohonannya serta laut yang membiru bersih. Sangat tenang rasanya melihat pemandangan seperti itu.

Kota Ambon terbentuk seperti letter U, mengikuti alur Teluk Maluku. Pintu masuk lewat transportasi udara yakni Bandara Pattimura terletak jauh dari kota, berada pada ujung letter U sebelah Barat. Perjalanan darat dari Bandara ke Kota Ambon masih membutuhkan waktu sekitar 45 menit.


Ketika keluar dari terminal Bandara Pattimura, jangan berharap ada taxi dengan armada mobil sedan. Transportasi darat yang tersedia seperti ojek atau mobil pribadi sejenis SUV. Jika naik mobil dari bandara ke kota, ongkos yang harus disipakan adalah sebesar Rp.150.000. Masih terbilang mahal. Hehehe.
Perjalanan darat dari bandara ke Kota Ambon menyusuri jalan sepanjang garis pantai, mengikuti letter U kota Ambon. Sepanjang jalan masih dihiasi pepohonan rimbun dan desiran air laut. Jika berjalan siang hari, angin sepoi-sepoi siap menemani perjalanan.

Keramaian penduduk mulai terasa saat memasuki daerah Passo, bagian kota sebelah Timur Laut.  Dari Passo ke kota masih membutuhkan waktu sekita 30 menit.

Ketika menyempatkan diri berjalan-jalan ke seputaran Kota Ambon, masih terlihat dengan jelas puing-puing bekas luka lama. Ambon pernah dilanda kerusuhan horizontal yang meluluh lantahkan kehidupan sosio-kultural masyrakatnya. Masih banyak terlihat bangunan bekas kebakaran, ruko, rumah ibadah hingga rumah-rumah penduduk. Itu adalah sepenggal pengalaman masa lalu Kota Ambon, sudah menjadi bahan pembelajaran bagi semua pihak untuk perbaikan kedepan di seluruh lini.

Geliat pembangunan Kota Ambon kini terlihat jelas. Jalan-jalan diperbaiki, perumahan dibangun, taman-taman kota disipakan, pasar hinggal pusat perbelanjaan modern. Semangat masyarakat Ambon untuk membangun kotanya sangat tinggi.

Pengembangan Kota Ambon dikolaborasikan dengan semangat pelestarian alam pasti akan sangat indah. Ini pendapat saya. Karna salah satu potensi Kota Ambon adalah panorama alamnya. Objek-objek destinasi wisata Pemda juga bertumpu pada wisata alam khususnya wisata bahari.

Hidup di Kota Ambon harus siap dengan budget besar, jika dikalkulasi rasionya bisa sampai 2 (dua) kali lipat biaya hidup di kota-kota di Pulau Jawa. Akan tetapi, jenis makanan tetap ada yang murah di Kota Ambon yakni ikan.

Itulah sepenggal cerita saya tentang kota Ambon, ada banyak kisa unik dan baru yang dilalui. Sekali lagi, ini adalah Indonesia, sebuah negeri dengan keaneka ragaman budayanya. Anak-anak Ambon hingga orang tuanya dengan minat musiknya dan di tempat lain dengan karakteristiknya masing-masing.

Salam damai, bukan suatu ketidakmunkinan jika kedamaian menjadi abadi di bumi Maluku, Ambon khususnya.

Ambon, 1 Juni 2013

Comments

  1. Nice post mas, bisa jadi rujukan klo mau ke Ambon, ditunggu postingan destinasi wisata lainnya ya mas :)Salam hangat pula

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Ambon kota bagus, ayo segera merapat mas.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op