Skip to main content

Balada Anak Nongkrong

Merapatkan meja. (Saya sengaja sembunyi dari kamera hehehe). 
Mungkin karena kita ini terkategorikan dalam makhluk social yang tak mungkin hidup dalam kesendirian maka kita juga pasti butuh ruang untuk sekedar berbagi rasa antar sesama. Saya yakin ketika seseorang tidak akan pernah merasakan bahagia apabila dia memilih hidup sendiri (teralienasi). Membutuhkan orang lain adalah sebuah dinamika dalam interaksi social kita. Tidak, saya tidak membicarakan pasangan hidup di sini tetapi lebih pada konteks kehidupan bersama.

Dulu (dulu sekali) ketika saya masih berkuliah, saya agak tidak senang dengan istilah ‘anak nongkrong’ yang dipopulerkan para VJ Mtv (sekarang Global Tv). Mengapa saya katakan demikian, karena istilah tersebut secara implicit menggambarkan aktivitas anak muda yang aktivitasnya melulu nongkrong dan nongkrong. Dalam benak saya, kegiatan tersebut tidaklah lebih kegiatan yang sekedar membuang-buang waktu dan cenderung tidak produktif. Nongkorng berkonotasi dengan acara kumpul-kumpul, cerita-cerita/menggosip, minum-minum, nonton bareng dan seterusnya. Tentunya di sini para VJ menginginkan agar anak-anak muda yang sedang nongkrong juga tertarik untuk menyaksikan liputan music kontemporer di Mtv. Bayangkan jika anak muda Indonesia pada usia produktif yang seharusnya banyak melakukan banyak kegiatan kreatif malah asyik nongkrong dan ‘dihipnotis’ tayangan-tayangan TV.

Lambat laun ketika saya mulai melakukan aktifitas nongrong, mindset saya juga lambat laun terbarui. Cukup, itu pola pikir lama saya yang mungkin terlalu idealis. Pikiran-pikiran yang idealis terkadang sangat gampang muncul sebagai buah pikiran, namun keadaan terbalik sepenuhnya ketika melakukannya secara langsung. Dunia konsep memang sangat gampang, tetapi yang terpenting adalah tataran praktisnya.

Nongkrong saat ini menjadi popular di antara masyarakat urban, bahkan dapat dikatakan telah menjadi lifestyle. Masyarakat urban selalu berhubungan dengan jadwal padat dengan tenggat waktunya dan dipenuhi dengan kebisingan mesin-mesin capital. Sehari-hari bergulat dengan aktivitas seperti itu membuat kepala serasa penuh sesak dengan beban-bebannya. Tingkat stress yang tinggi. Oleh karena itulah dubutuhkan sebuah ruang terbuka namun privilege untuk merefleksikan kembali pikiran-pikiran yang telah capai. Jadilah aktivitas nongkrong; Siang kerja, malam nongkrong.

Ketika berkumpul bersama rekan untuk melepas kelelahan atau sekedar menikmati hiburan maka perlu sebuah topic bersama. Pada saat itu muncullah ide-ide kreatif yang bisa dilakukan bersama untuk mencoba hal-hal baru. Bukankah hal baru itu selalu menarik untuk dicoba?. Mungkin benar. Dilihat dari sisi positif, kegiatan nongkrong dalam masyarakat urban ini pada akhirnya menghadirkan aktualisasi kreativitas ke tengah-tengah masyarakat. Aktualisasi secara nyata berupa apreseiasi music (live music performance) hingga apresiasi seni. Yang unik-unik juga banyak, seperti stand up comedy, planking, parkour, freestyle soccer, street dance dan masih banyak teman-temannya. Dari kegiatan nongkrong akhirnya juga terbentuk klan-klan dengan patronnya masing-masing. Aktifitas nongkrong di kalangan anak remaja hingga dewasa terkadang memunculkan bahasa slang yang aneh-aneh, merusak EYD.  Jangan lupa, sisi negatifnya juga ada dan tidak perlu lagi saya tuliskan panjang lebar. Sekedar contoh saja, kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng motor yang saat ini gencar diekspose media adalah salah satunya, mereka yang terlibat tak lain adalah klan penyuka aktifitas dengan sepeda motor.

Nongkrong bersama teman-teman dengan menyeruput segelas kopi dapat juga menjadi produktif. Saya salah satu yang suka dengan aktivitas tersebut, paling senang menikmati cappuccino (untuk minuman modern) dan selalu suka dengan hidangan segelas kopi lokal Indonesia. Sensasi menikmati kopi Indonesia tak akan ada habisnya.

Tangerang, 24 April 2012. 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op