Ada baiknya jika informasi aktual tersebar begitu cepat, apalagi dalam zaman digital seperti ini. Saat ini kita didukung oleh teknologi untuk saling bertukar informasi dengan kecepatan data yang tinggi. Apa yang sedang terjadi di suatu tempat dapat dengan cepat diketahui oleh masyarakat di berbagai belahan dunia, bahkan ke seluruh dunia.
Selanjutnya informasi itu mau diapakan kembali lagi kepada pihak yang menjadi 'konsumen terkhir' dari produk informasi. Banyak hal yang bisa terjadi kemudian. Misalnya, ketika informasi tersebut sampai pada konsumen terakhir baik melalui media massa maupun elektronik, sang konsumen langsung mengkonsumsi informasi kemudian memberikan umpan balik. Umpan balik yang terjadi dapat berupa tanggapan ataupun meneruskan informasi itu kepada pihak lain. Umpan balik ini adalah akibat dari respon konsumen. Dengan demikian ada respon pada pihak yang menerima informasi pada titik akhir.
Adapula pihak yang tidak memberikan respon sama sekali ketika menerima infomasi. Mungkin ini yang dikategorikan sebagai silent reader. Untuk kategori ini, saya tidak akan bercerita banyak.
Kembali pada umpan balik (feed back), alangkah baiknya jika dalam proses menciptakan sebuah umpan balik tersebut disertai dengan berbagai pisau analisa. Sehingga, sebuah kejadian/fenomena dapat dianalisa lebih dari satu sudut pandang. Tidak lalu kemudian langsung memberikan kesimpulan hanya mengacu pada satu sudut pandang. Bukankan dengan acuan satu sudut pandang akan mengantarkan kita pada pembenaran tunggal?. Ini tidak adil.
Fenomena feed back secara langsung tanpa pisau analisa sangat sering terjadi di lingkungan kita sendiri sebagai masyarakat Indonesia. Mungkin karena kita sering bergosip yah? apalagi media bergenre gosip di tanah air kita justru banyak yang meminati. Apa jadinya kemudian dengan adanya feed back secara langsung ini?. Jika saya boleh berargumen, inilah yang menyebabkan kita terlalu cepat berspekulasi. Sebuah porsi informasi yang kita terima langsung kita santap dengan lahap, padahal isinya hanya sepotong informasi. Porsi ini belumlah lengkap jika kita betul-betul menginginkan pemberitaan yang proporsional.
Sumber informasi sangat beragam. Apalagi di internet, mulai dari informasi bohong-bohongan hingga informasi yang seresmi-resminya bertebaran di dunia maya. Kita sangat jahat jika hanya mengacu pada salah satu informasi kemudian langsung membenarkan informasi tersebut. Padahal isi dari paket informasi itu belum tentu lengkap. Di sini dibutuhkan kejelian kita ketika menyantap sebuah porsi informasi... dari media apapun yang ada.
Mungkin saudara/i masih bisa mengingat dengan baik ketika PSSI santer diberitakan akan dibekukan oleh FIFA hanya kerana gagal melaksanakan Kongres. Waktunya baru beberapa bulan yang lalu. Apa yang terjadi?. Media-media kita sangat santer memberitakan bahkan seolah-olah melegitimasi bahwa PSSI pasti akan dibekukan oleh induk organisasi FIFA. Kita sebagai masyarakat ikut-ikutan terbawa isu yang dilancarkan melalui media tanpa kita berfikir rasional. Maksud saya berfikir rasional seperti ini, bukankah PSSI memiliki Statuta dan didalamnya telah jelas mekanisme dan prosedur untuk membekukan sebua asosiasi sepakbola pada sebuah negara?. FIFA adalah organisasi resmi dan jelas hal itu diatur dalam Statutanya.
Sebelum FIFA melaksanakan proses pembekuan sebagaimana tertuang dalam Statuta FIFA, media-media kita sudah duluan melegitimasi bahwa PSSI akan dibekukan oleh FIFA. Sebuah keajaiban jika PSSI akan lolos dari sanksi FIFA. Lalu masyarakat yang menerima informasi tersebut juga seolah-olah langsung menyantap informasi dari media. Semua pihak jadinya kebakaran jenggot.
Akhirnya isu pembekuan PSSI yang dihembuskan media berlalu begitu saja. Ada Komite Normalisasi dan FIFA yang memiliki mandat menyelesaikan kishur di PSSI. Tidak dibekukan tetapi diberi waktu tenggang untuk melaksanakan ulang Kongres. Jika akhirnya Kongres deadlock lagi maka sanksi yang menanti PSSI adalah pelarangan Timnas bermain di kompetisi internasional. Bukan seperti yang dihembuskan media bahwa sanksi FIFA yakni pembekuan PSSI yang artinya Timnas tidak dapat berlaga baik dalam negeri maupun di kompetisi internasional. Terlalu digembar-gemborkan.
Saat ini terjadi lagi dimana masyarakat Indonesia dihujani informasi terkait penangkapan Nazaruddin di Kolombia. Baru saja diinformasikan bahwa bapak Nazaruddin ditangkap, beragam spekulasai mulai bermunculan di media. Selanjutnya bergulir di kalangan masyarakat umum. Bermacam-macamlah. Ada yang bilang Nazar tidak akan pulang karena terbentur hukum di Kolombia, ada yang bilang Nazar bakal melawan dengan mengajukan tuntuan pada pengadilan Kolombia, ada yang bilang bahwa Nazar bakal diintervensi oleh tim yang menjemputnya dan seterusnya.
Yang perlu kita dorong bersama adalah agar aparat penegak hukum betul-betul melaksanakan fungsinya dengan baik. Menegakkan hukum sebaimana mestinya. Tidak pandang bulu. Kalau memang Nazar bersalah berarti beliau harus diproses pada jalur hukum tak terkecuali semua pihak yang terkait dengan kasus yang membelenggu seorang Nazaruddin, Ketua partai politik atau presiden sekalipun. Kan sudah jelas dalam konstitusi kita bahwa semua pihak bersamaan kedudukannya di bidang hukum...
Saya hanya mau bilang di sini bahwa sepotong informasi yang kita terima dari media belumlah cukup untuk kita menarik kesimpulan. Perlu diperhatikan dengan baik apakah informasinya sudah lengkap dan proporsional.. perlu dilihat dari beberapa sudut pandang.
Bukan berarti kita mesti menjadi silent reader yang tidak bereaksi sama sekali ketika mendapatkan informasi tetapi baiklah kita menjadi pembaca yang cerdas. Menyantap menu informasi dengana cerdas dan memberikan argumentasi pada menu tersebut secara cerdas pula.
Akhir kata saya ingin katakan bahwa saya bukanlah pakar dalam dunia informasi ataupun politik. Saya bahkan kurang tahu masalah tersebut. Apa yang saya ungkapkan di sini hanya sebatas argumen pribadi saya sendiri dan mencoba menyampaikan hal ini kepada siapa saja yang mau menerimanya.
Semoga dapat menjadi inspirasi.
Salam.
Comments
Post a Comment