Ada berbagai macam kritik yang muncul menyusul rencana anggota dewan (wakil rakyat) mengajukan alokasi anggaran pembangunan daerah pemilihan (dapil) sebesar Rp. 15 M per anggota per tahun dalam RAPBN 2010. Pendapat-pendapat tersebut antara lain menyebutkan bahwa DPR tidak berhak mendapatkan anggaran itu karena tidak menjadi bagian fungsi dan kewenangannya, dana Dapil dapat menjadi Money Politics terselubung, dana Dapil belum tentu efektif dan bahkan Sebastian Salang (Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia/Formappi) menyebutkan bahwa ide tersebut ngacau dan rancu.
Akan tetapi pandangan masyarakat umum tersebut tidak membuat pengsung ide Dana Dapil tidak bergeming. Namanya politisi, ada berbagai macam argumen untuk bergelak. Kita tahu bahwa politisi yang duduk disenayan adalah orang yang terdidik dan berwawasan luas. Ide Dana Dapil tidak semerta-merta terlontar begitu saja tanpa dasar argumen yang jelas. Ide tersebut muncul dengan melihat perkembangan anggota parlemen di Neg
ara-negara maju. Dana untuk kepentingan pembangunan daerah konstituen memang telah ada di belahan bumi selain Indonesia seperti Filiphina, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Swedia, Norwegia dan Denmark. Akan tetapi satu hal yang belum didalami baik-baik, mengenai system yang telah berjalan di Negara-negara tersebut. Mereka adalah Negara-negara yang telah melangkah di depan Indonesia dan memiliki system pengawasan public yang optimal, juga dengan penyelenggara kekuasaan yang kredibel.
Ada banyak fenomena yang bisa menjadikan Indonesia untuk berkaca. Saat ini birokrasi masih diwarnai makelar kasus (markus), para joki birokrasi masih berkeliaran, penegak hukum yang kurang professional dalam menjalankan tugasnya sampai ke isu penyelenggara pemerintahan yang kadang tersandung kasus korupsi hanya karena mengurusi pengadaan barang. Hal ini menunjukkan bahwa tata pemerintahan yang telah berlangsung di Indonesia belum menunjukkan kredibilitas yang mumpuni, akuntabitas dan transparansi lembaga pemerintahan masih dipertanyakan.
Semenjak ide alokasi dana Dapil disampaikan oleh Muchammad Romahurmuziy, Wakil Sekjen PPP sontak langsung disambut baik oleh politisi lain. Usulan tersebut mucul ketika anggota DPR melakukan kunjungan ke daerah saat reses. Konstituen menagih komitmen para anggota DPR untuk menyumbang sesuatu kepada mereka. Melihat kondisi seperti itu, muncullah ide dana dapil yang kemudian dikait-kaitkan dengan fenomena serupa di Negara-negara maju.
Seharusnya sebelum ide itu digulirkan, perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah pemerataan pembangunan daerah dapat terealisasi dengan pengucuran Dana Dapil? Jika memang terjadi ketidak merataan pembangunan di tingkatan daerah, lembaga yang paling ”bertangung jawab” adalah pihak eksekutif. Pada posisi itulah pihak legislative melakukan tugasnya untuk mengawasi kinerja eksekutif, bukan mengambil alih kendali di lapangan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah benar dana dapil tersebut adalah urgensi bagi pembangunan nasional? Ataukah hanya arogansi anggota dewan yang alih-alih ingin melakukan perbaikan tetapi sesungguhnya menanamkan cakar untuk memuluskan jalan ke parlemen periode berikutnya? Bukan bermaksud menghakimi anggota dewan tetapi dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi seputar munculnya isu dana dapil maka pertanyaan tersebutlah yang akan muncul dalam benak masyarakat.
Comments
Post a Comment