Kamis 15 Desember 2011 saya tiba
di Makassar. Sebelumnya saya pernah menulis, bahwa tidak ada yang special di
Kota ini, satu-satunya yang special adalah karena kedatangan saya ha ha ha.
LOL. Baiklah, pesawat yang saya tumpangi dengan kode penerbangan GA-072
mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar pada pukul 10.10 Wita.
Hujan deras. Saya tertahan cukup
lama di bandara karena menunggu sampai hujan reda. Saya mencoba bersabar
sedikit menunggu om yang akan menjemput menggunakan sepeda motor, beliau masih
terjebak hujan di jalan. Saat hujan reda, om saya datang. Karena buru-buru
ketika berangkat dari rumahnya, si om lupa bawakan helm untuk saya. Nah lho.
“Ini pertanda buruk”, pikirku. Ada masalah, pasti ada solusi. Salah satu solusi
yang mulus adalah ngluruk ke pos
penjagaan satpam parkir bandara. Coba tanya ada helm yang tak terpakai di pos
itu. Ada!. Selamatlah saya. Helmnya lumayan bagus, kami keluar bandara dengan
hati yang tenang menuju Maros.
Harapan saya untuk datang ke kota
ini terlalu besar. Hanya saya yang tahu hal ini. Oyah… ralat, hanya saya dan
Tuhan yang mengerti hal ini.
Benar saja, semua rencana yang
disusun jauh-jauh sebelumnya kacau balau. Buyar semuanya. Malam hari tanggal 15
Desember 2011, saya sudah duduk di samping peti mati om (keluarga) saya di
Tallo, Makassar. Acara malam itu adalah ibadah pelepasan jenazah yang rencananya
akan dibawa ke Bastem, Luwu. Berada di Tallo malam itu benar-benar di luar
kendali saya, Om saya meninggal ketika
saya mau berangkat dari Sidoarjo, Jawa Timur. Beliau memang menderita penyakit
komplikasi dan sudah lama dirawat inap di rumah sakit. Tante saya (adiknya
papa) duduk di sebelah kanan saya, selanjutnya duduk si Resky (anak almarhum
satu-satunya), selanjutnya duduk tante saya (saudara sapupunya papa – Istri
almarhum). Masih ada beberapa orang duduk di depan dan sebelah kiri, semua
masih keluarga tapi saya tidak kenal he he he. Pikiran saya kacau, melayang ke
mana-mana. Sangat tidak bisa terfokus, apalagi mau mengikuti liturgi ibadah pelepasan
malam itu.
Malam itu saya diminta keluarga
ikut bersama jenazah ke Toraja kemudian terus ke Bastem. Saya tidak bisa
berangkat karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung. Oyah, ada pula satu
alasan membuat saya singgah dulu di Makassar beberapa hari sebelum terus ke
Palopo, kemudian ke Bastem. Kondisi itu membuat saya dalam fase tidak
tenang. Kamarin pagi buta, saya langsung
ke anjungan pantai Losari untu sedikit merilekskan pikiran. Itu tempat favorit
saya kalau sedang berada di Makassar.
Harapan itu relative absurd,
tidak punya indicator ketercapaian. Di dalam hidup ini rasa-rasanya tidak ada
yang pasti. Untung saja beberapa hari ini saya bisa senyum karena bersama
dengan seorang princess, namun itu belum cukup. Ada kalanya pertemuan itu justru
disesali karena berlangsung singkat dan parahnya lagi, ada pertemuan pasti ada
perpisahan. Suatu hubungan kausalitas yang sangat tidak mengenakkan.
Saya sudah bertemu dengan banyak
orang baru. Ada banyak hal yang sudah terjadi beberapa hari ini, ada banyak
pengalaman. Banyak hal yang akan dikisahkan. Saya belum tahu apa yang akan
terjadi esok hari. Yang pasti, tanggal 18 Desember 2011 saya akan terus ke
Palopo. Perjalanan panjang yang melelahkan sekaligus banyak hal yang
disayangkan. Sayang sekali saya harus cepat ke Bastem.
keren mas. Backpacker emang mantab!!!!! :D
ReplyDeleteini ungkapan hati dari seorang nomaden mas hehe. trims sudah berkunjung
ReplyDelete