|
Losari. Courtesy of mbiru.com |
Sore tadi saya sedang berada di anjungan pantai Losari Makassar sambil menyeruput segelas cappucino panas kesukaan saya. Duduk menghadap ke barat menikmati
sunset detik demi detik, melihat awan langit yang berwarna jingga. Saya ditemani seseorang. Dunia terasa sangat indah, romantis. Sama halnya ketika saya sedang berada di rerumputan sekitar menara Eiffel Paris, hal yang sama ketika di makassar, menghadap ke barat memandangi Eiffel yang lampunya mulai dinyalakan, dan dibelakangnya pemandangan
sunset. Ada juga seseorang yang menemani saya. Sayangnya itu semua hanya halusinasi saya, sebenarnya hal itu tidak terjadi di dunia nyata. Saya tidak sedang berada di Makassar, apalagi di pantai Losari yang romantis itu. Ya Tuhan, halusinasi ini sangat dramatis.
Menurut pandangan subjektif saya, halusinasi di atas masih wajar. Ini bukan pledoi, sekali lagi bukan!. Saya akan coba mengajukan justifikasi untuk mendukung pandangan saya. Begini, pikiran seorang manusia normal akan menjadi kekuatan jika dia terus mengeksplorasinya. Pikiran itu akan semakin kuat dan bulat sehingga bisa mempengaruhi sekitarnya yaitu ruang tak terbatas berupa kosmos. Kosmos inilah yang akan berkonstelasi yang kemudian memberikan energi kepada pikiran itu. Pikiran itu akan menjadi motivasi besar kepada seseorang sehingga dapat diwujudnyatakan. Jika saya berfikiran jelek terus-menerus, hal itu lambat laun akan mempengaruhi tubuh saya hingga terbawa dalam tindakan motorik. Artinya saya secara tidak sadar mengumpulkan energi negatif dari kosmos. Itu tidak bagus, tidak bagus untuk kesehatan otak. Makanya saya lebih memilih untuk memikirkan hal-hal yang masih wajar di mata publik, memikirkan momentum romantis.
Saya memikirkan Makassar dengan nuansa romantisnya karena dalam waktu dekat saya akan berangkat ke kota ini. Dalam waktu dekat, semakin mendekati hari H, waktu yang berputar terasa semakin melambat. Saya kadang mendongkol memikirkan perjalanan waktu itu. Intinya saya akan ke Makassar, tidak ada yang spesial di sana. Yang spesial hanyalah karena kedatangan saya ke sana ha ha ha. Dalam hati kecil saya berharap bahwa ada yang menunggu saya di sana. Semoga harapan ini tidak sia-sia. Rasanya saya ingin mengintervensi Tuhan untuk mewujudkannya.
Saya adalah eros dan saya sedang terlibat dalam proses adhesi. Itulah kira-kira status saya saat ini ketika menuliskan catatan ini. Sebenarnya saya ingin mengatakannya secara lugas, namun hal yang lugas itu kadang membuyarkan semuanya. Yang tadinya special menjadi biasa. Sangat lumrah. Hal yang lumrah itu membosankan bukan?. Saya menginginkan sesuatu yang special. Apa maksud semua ini?, intinya saya menginginkannya menjadi special. Itu saja.
Comments
Post a Comment