Lestari alamku, lestari desaku; dimana Tuhanku menitipkan aku; Nyanyi bocah-bocah di kala purnama; Nyanyikan pujaan untuk nusa… Masih ingat kata-kata tersebut?. Itu adalah bagian awal dari lirik sebuah lagu lawas berjudul “Berita Cuaca” yang dipopulerkan grup band Boomerang. Lagu tersebut menggambarkan kerinduan akan kembalinya kelestarian alam yang diwarnai keceriaan kehidupan pedesaan, suara girang anak-anak kecil, berseminya kembali semak-semak rumput hingga hijaunya kembali bukit-bukit yang sempat merana. Jiwa!.
“Berita Cuaca” menggambarkan suasana pedesaan, namun jika ‘dipaksa’ untuk menggambarkan suasana perkotaan, saya pikir tidak salah juga. Jika tidak bisa,,, yah ‘dipaksa’ saja he he he. Hmmmm…. epertinya masih cocok untuk Kota Salatiga.
Kota salatiga dulunya sangat rindang, pepohonan masih dominan menghiasi tata kota, lahan-lahan kosong untuk daerah resapan air masih luas. Tentunya bangunan-bangunan beton pertokoan dan perumahan belum seramai sekarang. Gambaran Kota Salatiga di masa lalu tersebut masih gampang didapati di banyak sumber tertulis. Buku tentang sketsa lama Kota Salatiga banyak dijual di toko-toko buku Salatiga. Sayangnya saya tidak punya buku tersebut, hanya pernah membacanya (sepintas) di kamar kost teman yang kebetulan punya dan pernah membacanya di kator lembaga pers mahasiswa UKSW ‘Scientarium’. Ngomong-ngomong, tentang buku itu sepertinya tidak perlu banyak diceritakan, intinya silahkan beli bukunya kemudian baca, pasti akan dapat banyak informasi tentang Kota Salatiga.
Sejuknya Kota Salatiga masih sangat saya rasakan saat pertama kali datang di sini bulan Agustus 2006 silam. Intensitas hujan sangat tinggi pada saat musim penghujan. Menurut salah seorang peneliti LAPAN, Kota Salatiga merupakan kota di Indonesia dengan curah hujan tertinggi, mengalahkan kota Bogor yang dikenal dengan curah hujannya yang tinggi. Hampir setiap pagi kabut menutupi kota, tak jarang juga pada sore hari. Suasana tersebut sangat berbeda dengan Suasana saat ini. Kini Kota Salatiga mulai terasa panas dan gerah. Menurut saya, salah satu penyebabnya karena semakin kurangnya pepohonan yang menghiasi kota. Penebangan pohon akhir-akhir ini sering terjadi demi kepentingan pembangunan properti dan betonisasi jalan raya. Untuk mengembalikannya pada kondisi awal yang sejuk, kita sebagai manusia hanya berharap. Tapi, paling tidak bisa mencegahnya makin panas dengan membangun pola kehidupan sehari-hari yang bersahabat dengan alam. Kota Salatiga yang sejuk kembali menjadi kerinduan bersama bagi siapapun yang tinggal di kota ini, tersirat dalam lirik lagu “Berita Cuaca”.
Jika berbicara mengenai pesona kota, salatiga masih tetap kelihatan cantik. Kerapihan perawatan tata kota serta pertamanan turut melestarikan pesona Kota Saltiga. Kota Salatiga menyimpan pesona tersendiri sebagai kota kecil di Jawa Tengah. Bangunan-bangunan peninggalan Belanda lumayan banyak juga di Salatiga, sayang jika dirobohkan. Sebagai tujuan bersantai, jalan-jalan atau untuk berlibur, Kota Salatiga patut dipertimbangkan.
Jalan Kaki
Pesona Kota Salatiga lebih pas dinikmati sambil berjalan kaki, terlebih jika dilakukan pada sore hari. hai ini sering saya lakukan. Keindahan kota Salatiga akan kelihatan jelas sekitar pukul 17:00 WIB. Jika tidak hujan, saya tidak akan melewatkan pemandangan indah sepanjang jalan Diponegoro dari kampus UKSW hingga Kaloka dengan jalan kaki. Dari Kaloka kemudian saya jalan memutar ke arah jalan Pattimura terus masuk ke Jalan Damarjati. Berjalan kaki sangat santai. Pada jam tersebut, lampu-lampu jalan mulai menyala dengan sinarnya yang kuning terang. Suasana jalan raya cukup bersih sehingga mampu memberikan rasa nyaman bagi pejalan kaki. Kenyamanan berjalan kaki lebih lengkap dengan suguhan panorama Gunung Merbabu dibagian barat. Inilah yang membuat saya lebih senang berjalan kaki jika bepergian ke kampus UKSW.
Comments
Post a Comment