Politik. Sesungguhnya barang yang satu ini kadang membosankan dan rasanya tidak menarik untuk dibicarakan. Tapi bagaimanapun juga, kita selalu menghadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Suatu ketika masyarakat memprotes naiknya harga bahan pokok, pada saat itu masyarakat berpolitik. Atau juga ketika masyarakat menuntut hak-haknya yang belum dipenuhi oleh pemerintah, maka pada saat itulah masyarakat berpolitik.
Negara kita adalah Negara demokrasi. Warga masyarakatnya memiliki kebebasan untuk berpolitik sejauh itu tidak melangkahi konstitusi dan aturan perundang-undangan. Contoh konkret terkait dengan politik misalnya pada saat pemilihan Kepala Daerah, atau presiden sekalipun. Dilaksanakanlah pemilu. Sekali lagi walaupun ini terkadang tidak menarik untuk dibahas… tapi itu kita hadapi. Berpolitik.
Sayangnya, sekarang ini terkadang banyak permainan kotor yang menodai perwujudan tatanan demokrasi yang bersih. Praktik politik kotor yang paling vulgar adalah permainan uang (money politics) dalam proses pemilihan kepala daerah. Kalau bicara money politics, saya jadi teringat pada pembagian amplop-amplop di pilkada Kota Salatiga beberapa waktu lalu. Nah, untuk menepis permainan politik kotor itu, maka dibutuhkan pemahaman politik dari masyarakat agar tidak terbawa permainan/intrik politik yang kotor.
Wayang kulit. Courtesy of www.tours-in-indonesian.blogspot.com |
Selalu ada alternative untuk menyampaikan pesan-pesan politik kepada masyarakat dalam kerangka mengedukasi masyarakat sebagai bagian integral dari system demokrasi. Itu yang saya saksikan tadi ketika menonton pagelaran wayang kulit di pelataran Polres Salatiga. Oh yah, sebenarnya tidak ada niat sebelumnya untuk menonton wayang kulit. Kebetulan saya dan seorang teman yang tidak boleh disebutkan namanya, sedang melaju ke Lapangan Pancasila sekedar untuk mengobrol dan menikmati minuman hangat. Waktu lewat di depan Polres Salatiga, ternyata di pelataran sedang ada pagelaran wayang. Jadilah kami menonton wayang dulu baru kemudian ke Lapangan Pancasila. Saya akhirnya minum kopi hitam di sana.
Saya tak mengerti betul apa yang disampaikan dalang, maklum... bahasanya menggunakan bahasa Jawa kromo dan saya bukan dari etnis Jawa. Hanya tahu sedikit-sedikit, bahkan mungkin sangat sedikit yang dapat saya mengerti. Beruntung teman saya itu bisa mengerti. Dan untungnya juga dia baik hati dan sabar mengartikan apa yang disampaikan dalang. Dari dia saya tahu kalau tema pewayangan menyangkut politik. Dalang merefleksikan apa yang seharusnya masyarakat lakukan ketika menghadapi pilkada, tentunya dengan instrument wayang kulit yang sedang beliau mainkan. Tak hanya itu, pergaulan antar masyarakat juga ‘disuarakan’ sang dalang. Terus berlanjut hingga membicarakan musyawaroh yang dikaitkan dengan sila keempat Pancasila.
Saya cukup kagum dengan metode seperti itu untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat luas. Wayang kulit turut memberikan kotribusi.
Pertama kali…
Hari ini (Kamis, 26 Mei 2011) tepatnya malam hari sekitar pukul 21:00 WIB adalah waktu bersejarah dalam hidup saya karena pada hari inilah saya menyaksikan pementasan wayang kulit secara langsung. Sebelumnya hanya menyaksikan lewat televise atau dari film-film. Memang sangat konyol, karena sudah lebih empat tahun saya tinggal di pulau Jawa, tapi baru malam tadi saya menyaksikan wayang kulit. Padahal wayang sangat erat kaitannya dengan budaya Jawa. Hmmm.. hari yang indah,,, menjadi catatan tersendiri dalam hidup saya. Konyol???.. ah,, saya pikir tidak..
Comments
Post a Comment