Skip to main content

Pesan dari langit

Malam tadi saya sempat berjibaku dan beradu pandang dengan dua cahaya indah di langit. Saya dan mereka memang berbeda jauh, beda jenis dan beda jarak. Namun ada satu kondisi yang membuat kami memahami bahasa masing-masing. 

Saya kebetulan mendapati mereka berdua di atas sana. Hanya ada dua titik yang terlihat kasat mata, bintang dan bulan. Mungkin mereka berdua mau menemani saya dalam melewati malam. Percaya saja. Saya terdiam seribu bahasa namun mereka memahami saya. Terang sinarnya adalah jawaban. Hanya orang kesepian yang mau bicara sama bulan dan bintang, tapi saya bukan orang itu. saya hanya ingin bersahabat dengan bulan dan bintang. Dan akhirnya itu terjadi, saya dapat pesan dari mereka.

Kebetulan juga malam ini saya bercerita panjang lebar dengan Wila. Sudah bisa dipastikan kalau substansinya akan sangat klasik. Dia merasa sendiri dan hanya saya yang jadi lawannya untuk bercengkrama. Untunglah bintang dan bulan itu sudah memberikan pesan sebelumnya. 'Tepat waktu', pikirku. 


Baiklah, malam ini hanya ada dua titik cahaya itu di angkasa sana. Sebenarnya jumlahnya ada berapa?. Bermiliar. Tapi malam ini hanya dua. Hanya ada satu kebetulan, sekali lagi kebetulan bertemu dengan saya. Pada saat langit bersih di malam hari, akan kelihatan bermiliar-miliar titik cahaya itu. Merekalah yang membentuk rasi. Mereka sangat bersemangat untuk bersinar karena suasana sedang ramai. Siapapun manusia pasti akan senang memandangi langit dengan keramaian cahaya itu. Akan tetapi beda kondisi dengan malam tadi. Hanya ada bintang dan bulan dan mereka tetap menunjukkan eksistensi sebagai titik cahaya. Padahal sekitarnya sedang sepi. Eksistensi itulah yang menjadi penanda bahwa ruang sekitar tidak bisa mempengaruhi. Tugasnya adalah berpendar. Tidak ikut sayu karena tak ada yang menemani. Lalu kemudian lambat laun jadi redup dan pada akhirnya raib. Tidak ada kata capek, tidak ada kata bosan, tidak ada kata sedih ataupun kecewa. Akhirnya ruang di atas sana menjadi terang. Tugasnya mereka berdua berhasil. 

Terkadang hanya kita yang merasa sendiri di dalam ruang tempat kita berada. Bisa saja dikarenakan kabut awan seperti pada kondisi bintang dan bulan itu. Padahal peranan kita sangat banyak. Ada banyak tugas yang bisa dikerjakan. Ada peluang di samping kanan, kiri, muka dan belakang. So, mengapa masih harus merasa sendiri?. Kita-kita ini masih muda. Mari membawa terang bagi sekitar. Mungkin saya bisa berperan sebagai bulan dan kamu sebagai bintang. 

Bumi di bawah terang sinar bintang dan bulan: 18 September 2011

Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op