Ilustrasi/http://dwikisetiyawan.wordpress.com/ |
Yang mau narsis juga banyak, termasuk politisi Senayan. Mengikuti rapat-rapat resmi terlihat rapih, berwibawa dan sopan. Itu yang berhasil diliput media. Lain cerita jika ada yang ketiduran atau main HP kemudian disorot, sudah pasti akan dihujat publik. Berarti tidak sempat narsis. Kasihan.
DPR RI sebagai Lembaga Negara sekaligus sebagai pilar legislatif pada prinsipnya perlu melaksanakan agenda-agenda kelembagaan secara terhormat. Jangan kelihatan seronok, silang-sengkarut, ribut apalagi ricuh. Hal itu untuk menjaga kredibilitas dan kehormatan lembaga DPR dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kalau wakil rakyat saling gontok-gontokan di Senayan sana, yang malu adalah rakyat sendiri sebaliknya kalau wakil yakyat rajin dan sopan apalagi tertib dalam menjalankan tugas, yang bangga tak lain adalah rakyat.
Panggung politik Senayan isinya adalah orang-orang pintar, tentunya pintar dalam dunia perpolitikan. Punya lencana anggota dewan membuat siapapun merasa terhormat. Semuanya harus memberikan hormat pada mereka sehingga mereka juga harus bertemu dengan orang-orang terhormat. Kalau bertemu dengan rakyat, berarti rakyat yang terhormat.
Kenyataan di atas terlihat saat akan diadakan Rapat Dengar Pendapat dengan wakil KPK, Selasa dan Rabu lalu. Karena Narsisme DPR, Bibit dan Chandra kena batunya. Penolakan sebagian besar anggota dewan untuk berapat dengan Bibit dan Chandra secara implisit mendikotomi orang-orang yang layak dan tidak layak berapat dengan wakil rakyat. Alih-alih mempertanyakan status hukum. Karena semuanya harus bernuansa hormat-hormatan, mereka yang diperkarakan menjadi tidak layak bertemu dengan wakil rakyat. Tentunya sangat berlebihan dan tidak substansial.
Singkatnya, tugas para wakil rakyat adalah menyerap seoptimal mungkin aspirasi dari semua pihak dan ditindaklanjuti hingga pada tingkatan aksi. Dalam hal ini dibutuhkan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait. Bukan malah mendebat kelayakan dan kepatutan orang yang akan menyampaikan pendapat.
Kosmetik politik
Para pemimpim negeri ini justru sibuk dengan masalah citra. Bungkusan terlalu sering diperhatikan, atau jangan-jangan tidak berisi? Yang penting pidato bagus, yang penting angket bergulir, itu sudah cukup memperlihatkan kalau wakil rakyat bekerja. Kebanyakan hanya panas di awal, setelah itu hilang menguap. Masih segar dalam ingatan angket Century yang sudah digulirkan, kini menggelinding entah kemana. Bukannya menghantam para bandit Century tapi malah hilang dijalanan.
Kedepan-kedepan tak diketahui ada angket apalagi yang muncul. Bagus kalau menggelinding dan menghantam target tapi kalau hilang menguap dijalanan, lantas bagaimana?. Sesungguhnya jika kita sadari masih banyak yang perlu kita bereskan bersama. Tapi alangkah susahnya jika wakil rakyat sendiri yang notabene sebagai pentolan untuk mengarahkan, mengawal hingga mengawasi proses perbaikan justru sibuk dengan urusan kosmetik.
Di luar sana para mafia masih berlayar bebas. Mencengkeram rasa keadilan dan kesejahteraan rakyat kecil, mengombang-ambingkan penegak hukum. Membuat sepak terjang dalam lembaga-lembaga kenegaraan. Yang berhasil kena jaring saat ini baru kroco-kroco, yang besar-besar belum kelihatan ekornya. Justru ini yang perlu didebatkan oleh para wakil rakyat.
Menyatakan Aksi
Menghadapi masalah dalam negeri yang kian dikuasai mafia ini bukan urusan kecil. Sesunggguhnya adalah perang, berjihad melawan para mafia. Dalam penataan dunia politik yang etis para wakil rakyat dituntut untuk memberikan kontribusi nyata. Perlu lebih mementingkan kepentingan rakyat kecil bukan semata-mata kepentingan fraksi. Yang dibutuhkan bukan hanya pidato dan riasan politik yang aduhai tapi aksi nyata.
Justru yang terlihat sekarang adalah fenomena jalan di tempat. Gebrakan dan terobosan kurang, inilah karena kebanyakan cuap-cuap saja. Pada titik ini kita perlu sadar bersama bahwa negeri kita ini butuh perhatian kita semua. Tak cukup hanya dilakukan dalam waktu dekat, tapi mungkin urusan lebih jauh ke depan. Penyaradan kolektif harus mulai dari tingkatan bawah, tidak hanya terbatas pada tingkatan elit. Untuk urusan rias-merias politik itu sangat jauh dari perbaikan pelaksanaan penegakan hukum kita yang compang-camping ini.
Ditulis di Salatiga, tanggal 3 Februari 2011.
-----------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------
Artikel ini sempat saya kirimkan ke media massa nasional dan lokal pada tanggal 4 Februari 2011 silam. Namum berlum berkesempatan untuk dimuat di media massa. Berdasarkan pesan elektronik yang saya terima dari Sekretariat Desk Opini media tersebut, alasan tulisan saya tidak dimuat karena kesulitan mendapat tempat. Substansi dalam opini ini adalah gagasan saya kepada para pemimpin yang menjalankan amanat rakyat di negeri tercinta ini.
Comments
Post a Comment