Skip to main content

Menikmati Keindahan Pantai Biluhu di Gorontalo

 
Lokasi wisata alam di gotontalo ada cukup banyak dan beragam. Salah satu yang menjadi tujuan saya kali ini adalah Pantai Biluhu yang terletak di Desa Biluhu Timur, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Letaknya kurang lebih 24 Km dari Kota Gorontalo.
 
Untuk sampai ke Kota Gorontalo, saat ini sudah banyak pilihan rute dari beberapa kota, bahkan dari Jakarta sudah ada penerbangan langsung ke Bandara Jalaluddin Gorontalo. Dari bandara ke arah Kota Gorontalo ada banyak pilihan alat transportasi yang bisa digunakan, seperti Bis Bandara dengan tarif Rp.35.000/kepala, taxi dengan tarif Rp.120.000/orang atau agar murah bisa dengan tarif Rp.70.000/orang dengan 3 atau 4 orang penumpang dalam 1 mobil, jadi harus menunggu teman sharing dulu. Jarak bandara ke Kota Gorontalo sekitar 31Km dan estimasia perjalanan dengan roda 4 selama 1 jam.
 
Saya menginap di Hotel Amaris Gorontalo, jaraknya ke Pantai Biluhu sekitar 24 Km, waktu tempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat sekitar 1 jam perjalanan. Saat ini belum ada transportasi umum menuju ke Pantai Biluhu. Untuk mengaksesnya bisa menyewa mobil yang terifnya tergantung negosiasi. Saat saya menuju pantai Biluhu menggunakan sepeda motor punya teman kerja, jadi saya tidak mengeluarkan biaya sewa kendaraan, cukup mengisi bahan bakar. Saya ke Pantai Biluhu bersama dengan 2 orang teman.
 
Ada dua jalur menuju ke arah Pantai Biluhu, yakni ke arah selatan menyusuri Jl. Yos Sudarso menyusuri teluk Tomini lalu ke arah Barat. Jalur yang satu lagi melaui Jl. Jaya Eyato - Jl. Raya Batudaa laku belok kiri arah Raja Panipi. Jalur melalui Jl. Raja Panipi ini bisa detempuh dengan estimasi watku 55 menit menggunakan kendaraan roda empat. Saya bersama dengan teman memilih melalui jalur Teluk Tomini karena kami berencan akan meneruskan perjalaan ke Benteng Otanaha setelah mengunjugi Pantai Biluhu.
 
Menyusuri perjalanan di sepanjang Teluk Tomini sembari dapat menikmati indahnya pemandangan biru laut di sebelah kiri dan hijaunya pepohonan di sebelah kiri jalan. Jalan yang dilalui cukup bagus, dapat dilalui sepeda motor dan mobil dengan lancar. Arus kendaraan tidaklah ramai, sehingga dapat menjalani perjalanan yang lancar dan menantang dengan tantangan kelokan jalanan beraspal.
 
Desa pertama yang didapati adalah desa Tanjung Keramat, Kec. Hulontalangi, berjarak 6,5Km dari Kota Gorontalo. Pemandangan yang bagus dapat dinikmati di desa ini, terletak di sebuah tanjung yang berbatasan dengan teluk tomini. Laut Tomini yang berbatasan dengan desa ini membuat pemandangannya sangat eksotis apalagi jika dilihat dari bagian ketinggian.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan lagi dan di jarak 10.1Km ada satu tempat yang cukup mencolok dengan warna emas yakni masjid Walima Emas. Masjid ini terletak di desa Bongo, Kecamatan Batudaa, Kab Gorontalo. Letaknya di atas sebuah bukit menjadikannya sangat special, sehingga dari atas masjid ini dapat melihat pemandangan laut yang sangat indah. Kubah yang berwarna emas sangat mencolok dilihat dari kejauhan.

Kami melanjutkan lagi perjalanan ke arah pantai yang menjadi tujuan utama kami. Sepanjang perjalanan dari lokasi masjid Walima Emas sampai ke pantai Biluhu disuguhi pemandangan alam yang sangat indah. Pepohonan hijau adalah sajian pemanganan di sepanjang jalan dan juga biru laut di sebelah kiri jalan. Jalanan berkelok-kelok, kita harus berkendara dengan hati-hati.

Kami akhirnya tiba di pantai Biluhu dengan total waktu perjalan selama 1 jam 45 menit menggunakan sepeda motor. Waktu yang kami habiskan di jalan cukup lama dikarenakan kami sering singgah mengambil foto di spot yang bagus dengan latar pemandangan perbukitan dan lautan. Sepanjang jalan ada sangat banyak tempat yang bagus untuk berfoto.
Lokasi pantai Biluhu berada dibalik tebing dan untuk mencapainya harus melalui jalanan setapak tak beraspal dari desa Biluhu Timur. Lokasinya dibalik tebing dan terpisah dari area pemukiman penduduk desa Biluhu Timur menjadikan pantai ini seperti pulau pribadi bagi siapa saja yang berkunjung. Masuk ke lokasi pantai tak dipungut biaya.
 
Desiran air laut yang sangat jernih, pasirnya yang halus, angin laut yang sepoi tersuguhkan dengan sempurna. Di belakang pantai menjulang tebing tinggi yang saya bilang membuat pantai ini solah pantai pribadi. Pantainya jauh dari keramaian. Kesempurnaan pemandangan pantai  semakin dilengkapi dengan pepohan kelapa di sisi selatan. Laut di pantai Biluhu sangat jernih sehingga ikan-ikan di dalam air kelihatan dengan jelas. Tempat yang sangat pas sangat pas untuk menikmati jernih laut yang medesir sesekali menghempas hamparan pasir. Garis pantai tak semuanya ditutupi hamparan pasir, bagian sisi utara garis pantai ditutupi hamparan batu karang. Semuanya menyatu dalam keindahan yang tak pernah jenuh untuk dipandang.

 
 
 
 

 
 Pantai Biluhu saat ini sudah tersedia tempat makan, penyewaan snorkeling, diving dan cottage oleh pengelola. Bahkan pengunjung bisa camping di sini. Harga makanan cukup murah dengan menu ikan bakar dengan harga Rp.20.000. Untuk snorkeling bisa menyewa snorkel seharga Rp.25.000. Jika ingin snorkeling dengan peralatan lengkap, bisa menyewa peralatannya 1 set; snorkel, masker, wetsuit serta kaki katak dengan harga sewa Rp.80.000. Tak perlu khawatir untuk snorkeling atau diving karena sudah ada petugas yang siap mendampingi. Harga sewa cottage jika ingin menginap yakni Rp.600.000 maksimal 2 orang atau dengan harga Rp.800.000 maksimal 4 orang. Ada tiga unit cottage yang bisa disewa.


 

Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op