Skip to main content

Ambon Speedtest

Setelah sekian lama saya tidak terkoneksi dengan internet melui komputer, akhirnya saat ini bisa juga merasakannya. Berbekal sebuah modem SpeedUp dengan bundling Telkomsel, dunia maya bisa dirambah dari Kota Ambon. 

Kenapa saya pilih modem karena di kota Ambon sangat susah memanfaatkan hot spot. Ruang publik yang didukung hot spot sangat jarang, hanya ada di beberapa kedai kopi. Seperti yang kadang saya memanfaatkannya di kedai kopi Shibu-Shibu. Tapi speednya sangat lamban, jangan harap bisa membuka email dengan leluasa, membuka satu buah tab di browser saja beratnya minta ampun. Download speed hanya berkisar di angka 20-30 kbps. 

Kalau dengan modem SpeedUp, speed lumayan mendukung. Berikut screenshot saat saya melakukan speed test. Speed test dilakukan di kamar sekitar pukul 23.00 waktu Ambon. Download speed 0.07 Mb/s & Upload speed 0.28 Mb/s. Sangat menyakitkan kalau mau dibandingkan dengan speed yang tertera di pack modem. Up to 21 Mbps. Tapi kalau di Indonesia, jangan harap speed download bisa segarang itu, kecuali kalau pindah ke Korsel sana. 

Kemudian saya lakukan speed test lagi pada pagi hari, pukul 06.00 waktu setempat. seperti tertera di gambar di samping. Download speed 1.82 Mb/s & Upload speed 0.23 Mb/s. Untuk urusan speed pada jam pagi, sudah lebih dari cukup untuk urusan browsing dan download. 


Jadi kesimpulannya, kalau mau speed >1 Mb/s, lakukan lah pada subuh/pagi hari. 


Ambon, 4 Maret 2014

Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op