Skip to main content

Pelesir ke Pantai Bara, Tebing Marumasa dan Tebing Appalarang

Momen libur lebaran tahun ini saya isi dengan kegiatan jalan-jalan bersama keluarga ke arah selatan pulau Sulawesi. Tujuan kami ke pantai Bara, yang terletak di desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Jaraknya sekitar 191 Km dari Makassar, estimasi perjalanan yang dihitung google map yakni 4,5 jam, namun kenyataannya jarak tersebut kami tempuh selama 10 jam. Perjalanan dari Makassar kami lalui dengan kendaraan roda empat/MPV. Lamanya perjalanan dikarenakan kami banyak singgah di perjalanan, terlebih kami singgah cukup lama di alun-alun Bantaeng untuk mengisi perut yang keroncongan. 

Perjalanan dari Makassar ke Bulukumba terbilang lancar, hanya tersendat di beberapa titik karena padatnya kendaraan warga mungkin lagi pergi bersilaturahmi ke tujuan masing-masing, titik yang paling padat berada di Pantai Bira sendiri, dikarenakan banyaknya pengunjung yang mengisi libur lebaran di Pantai Bira. Kami akhirnya bergeser ke pantai Bara untuk mencari penginapan dan esok harinya ke pantai Bara untuk berenang. Kami memang sudah berencana untuk menginap semalam di penginapan dekat pantai. Pantai Bira dan Pantai Bara adalah dua pantai yang bersampingan di Bulukumba. Pantai Bira lebih dulu tenar dan paling ramai dikunjungi wisatawan sedangkan Pantai Bara saat ini sedang menjadi trending topic, pantainya berpasir putih dan dibentengi tebing-tebing karang membuat pantai Bira kelihatan sangat eksotis.

Di Pantai Bara ada banyak penginapan untuk disinggahi. Kami menginap di salah satunya dengan tarif Rp.700.000 untuk satu malam. Penginapan tersebut cukup bersahabat untuk wisatawan keluarga karena dilengkapi dapur dan peralatan makan.

Menikmati jernihnya pantai Bara membuat kita terasa relax, air lautnya masih jernih, semakin dilengkapi dengan pasir putih yang halus. Desiran ombak yang tak henti memberi rasa nyaman untuk terus berlama-lama bermain di sana.
Setelah puas bermain di pantai Bira, kami bergegas untuk bersiap pulang ke Maksassar, namun tidak langsung menuju ke Makassar. Kami berencana singgah di lokasi wisata tebing Marumasa dan tebing Appalarang. Lokasi tersebut masih satu jalur dari pantai Bara ke Makassar. Jarak tebing Marumasa dari pantai Bara yakni 5.6 Km, jika tidak ada kendala di jalanan bisa ditempuh selama  15-30 menit. 

Tebing Marumasa merupakan lokasi wisata yang baru dikembangkan, fasilitasnya belum lengkap namun tidak mengurangi keelokannya untuk dinikmati. Banyak tempat instagramable di lokasi tersebut, sambil dapat menikmati pantai Marumasa di bawahnya yang semakin eksotis dengan gradasi warna laut yang biru kehijauan. Tebing Marumasa berada di desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupate Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Lokasi selanjutnya yang kami kunjungi adalah tebing Appalarang. Lokasi ini sudah sangat populer saat ini. Tebing appalarang adalah tempat wisata yang berupa pemandangan laut dari atas tebing karang. Hampir sama dengan Uluwatu di Bali, bedanya Uluwatu lebih tinggi. Tebing Appalarang berada di desa Ara, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Jarak tebing tebing Appalarang dari lokasi tebing Marumasa adalah 8,5Km, bisa ditempuh 25menit, bahkan perjalanan bisa sama 1Jam jika lagi banyak pengunjung.



Setelah puas menikmati pemandangan di tebing Appalarang, kami bergegas untuk kembali ke Makassar. Jarak tebing Appalarang ke Makassar sekitar 185Km. Estimasi perjalanan di google map 4jam 36 menit, namun realitanya kami tempuh dalam waktu 6 jam.

Comments

  1. Keren k, tapi ramai bgt yahh.. oh Iyah, aman tidak yah k, kalau kita buka tenda bermalam di tepi pantai Marumasa. Dan tiket wisata tebing marumasa brp?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op