Kota Ambon adalah kota yang
menyuguhkan begitu banyak pesona alam. Indahnya panorama alam tersebut mulai
tersaji ketika seseroang terama kali memasuki Kota Ambon. Ada jalur laut serta
udara yang biasa digunakan untuk memasuki kota Ambon. Saya kebetulan baru kali
ini, baru pertama kali menginjakkan kaki di “negeri para Raja” ini. Seperti
tulisan saya sebelumnya, keindahan alam pertama kali tersaji ketika pesawat
yang ditumpangi bersiap-siap mendarat di Bandara Pattimura. Di luar sana akan
terlihat birunya air laut serta rimbunnya pepohonan di daratan. Terlihat jika
alamnya belum banyak dijamah manusia. Sungguh indah. Berbeda ketika saya
pertama kali ke Kota Palangkaraya, ketika pesawat yang saya tumpangi sebentar
lagi mendarat, di bawah sana terlihat titik-titik gundul bekas penebangan
pepohonan. Sangat tidak menyejukkan hati.
Kembali ke Ambon. Tepatnya pulau
Ambon adalah salah satu pulau terpenting dalam jajaran kepulauan Provinsi
Maluku. Ibu kota provinsi berada di pulau Ambon. Bagian Barat laut Pulau Ambon
ada pulau besar bernama Pulau Buru, sedangkan di bagian Timur berjejer pulau
Haruku, Pulau Saparua, Pulau Nusa Laut hingga pulau Seram yang merupakan pulau
terbesar dari jajaran pulau tadi. Indahnya panorama alam banyak tersaji di
pulau-pulau tersebut.
Pelabuhan Ferry Liang |
Kali ini saya berkesempatan
mengunjungi pulau Osi. Saya ke sana bersama dengan teman-teman kerja saya pada
tanggal 19-20 Agustus lalu. Pulau Osi terletak di ujung barat pulau Seram.
Perjalanan darii Ambon ke Pulau Osi melalui jalur laut dan darat. Pertama-tama
perjalanan ditempuh melalui jalur darat dari Kota Ambon kea rah Timur menuju ke
pelabuhan Ferry di daerah Liang. Perjalan darat memakan waktu sekitar 1 Jam. Di
Pelabuhan Liang, sudah ada Ferry yang Stand
By menunggu penumpang, tiap jam ada penyebrangan. Ferry pertama akan mengangkut
penumpang pukul 7.00 WIT dan ferry kedua akan berlayar pukul 08.00 WIT. Kami
ikut di ferry kedua. Tiket untuk menyebrang Laut Banda dikenakan sebesar
Rp.12.000 per kepala.
Pelayaran ferry dari Liang ke
Pulau Seram memakan waktu sekitar 1.5 Jam. Kebetulan cuaca cukup bersahabat
ketika kami berlayar. Cuaca berawan saat itu dan laut cukup tenang. Ferry yang
kami tumpangi tersebut akan sandar di Pelabuhan Waipirit di Pulau Seram.
Dermaga serta masyarakat yang lalu lalang di Pelabuhan Waipirit menyambut kami.
Selanjutnya perjalanan akan
ditempuh melalui jalur darat menuju Pulau Osi. Jalur darat dari Pelabuhan
Waipirit terbagi dua, ke arah Timur menuju daerah Piru dan ke arah Barat menuju
daerah Masohi. Kami mengikuti jalur ke arah Timur yang menghubungkan
Waipirit-Piru-Pulau Osi. Jalur darat yang kami lalui ini cukup nyaman karena
arus lalu lintas masih sepi serta jalan raya yang sangat mulus. Berangkat dari
Waipirit ke terus ke arah Timur, mata akan dimanjakan oleh pemandangan alami
serta kehidupan pedesaan. Sejenak bisa melupakan hiruk-pikuk di kota. Mobil
yang kami tumpangi melaju dengan santai ke arah Timur. Tak sabar rasanya untuk
mencicipi angina segar di Pulau Osi.
Perjalanan darat dari Pelabuhan
Waipirit ke Pulau Osi cukup jauh. Mobil dengan kecepatan 80 KMph membutuhkan waktu hingga 3 Jam lamanya untuk
sampai di Pulau Osi. Perjalanan darat selama itu tidak akan terasa untuk
pertama kalinya dilalui. Asal jangan tidur, karena sangat sayang untuk
melewatkan pemandangan alam yang cantik diluar kaca mobil.
Dalam perjalanan ke arah Piru,
untuk pertama kalinya selama saya di Ambon baru kali ini saya melihat hamparan
sawah. Walaupun tidak luas, hanya beberapa petak namun itu adalah pemandangan
langka di Ambon. Di sekitar Kota Ambon tidak ada Sawah, hanya ada hutan. Itu
pendapat saya untuk sementara saat ini.
Hamparan Sabana menyambut ketika
kami terus melalu ke Arah Piru, sangat luas. Gundukan-gundukan bukit di depan
mata ditutup oleh sabana sehingga sangat enak untuk di pandang. Hijau, yang
merupakan warna favorit saya. Ketertarikan saya pada warna hijau karna ia
menampakkan aura muda, yang siap untuk bertumbuh, memberikan ketenangan pada
sekitarnya. Lupakan hijau dan embel-embelnya itu. Perjalan ke Piru memang
merupakan momentum untuk menyegarkan otak dari kumpulan kekonyolan yang ada di
kota.
Perjalan ini juga mengingatkan
saya akan kejayaan Maluku dengan Cengkehnya. Di Pulau Seram, banyak kebun cekeh
yang terlihat cukup berumur. Pohonnya sudah sangat dewasa dan masih terlihat
rindang, buahnya pun masih lebat. Salah satu peninggalan dari masa kejayaan
Maluku melalui pohon cengkehnya. Memang tanah di Pulau Seram ini sangat cocok
untuk perkebunan Cengkeh. Dari pemandangan tersebut saja sudah meyakinkan bahwa
cengkeh sangat cocok untuk berkembang di Pulau Seram. Itulah sebabnya mengapa
bangsa Portugis dulunya menjajah Maluku untuk mengeksploitasi cengkeh itu.
Setelah melewati beberapa kebun
cengkeh, kini yang menjadi perhatian kami adalah pohon kayu putih. Kayu putih
adalah salah satu hasil alam yang khas dari Maluku, yang lebih dikenal dengan
‘minyak kayu putih’. Kalau berkunjung ke Ambon, jangan lupa untuk membeli
minyak kayu putih itu sebagai oleh-oleh. Wanginya sangat klasik, saya tau
karena sempat membelinya. Minyak kayu putih banyak dijual di Kota Ambon.
Mata saya tak henti-hentinya
dimanjakan oleh hamparan alam yang sangat indah ketika berjalan terus ke arah
Barat, menuju daerah Piru. Hamparan sabana, kayu putih dan sesekali disuguhkan
pemandangan lautnya di sebelah kiri jalan.
Gedung DPRD yang Basi
Salah satu hal yang menarik
perhatian ketika berjalan ke arah Piru adalah bangunan mewah di atas
perbukitan. Pemilihan letak dari sudut pandang wisata memang sangat strategis,
dari gedung itu akan terilihat pemandangan indah ke segalah arah. Arsitektur
bangunannya didesain modern dengan tiang-tiang beton menyangga bangunan itu
dengan sangat kokoh. Ada tiga gedung yang menyatu dalam bangunan itu. Saya kira
hotel, tapi dugaan saya salah. Bangunan tersebut adah gedung DPRD Kabupaten
Seram Bagian Barat (SBB).
Gedung yang kokoh tersebut belum
rampung dibangun. Dan saat ini dibiarkan teronggok tanpa tindak lanjut. Entah
mengapa, silahkan bertanya-tanya sendiri. Pertanyaan saya, mengapa gedung DPRD
dibanugn di pelosok?. Bukankah di pelosok, masyarakat akan sulit untuk
mengaksesnya?, bagaimana cara masyarakat akan menyampaikan aspirasi kepada
wakilnya?. Lalu bagaimana jika para wakil rakyak akan bersidang di gedung itu?.
Sangat jauh dari pemukiman.
Dengan letak gedung DPRD yang
sangat jauh tersebut dengan sendirinya akan membuat para anggota DPRD kabupaten
SBB mengeksklusifkan diri. Menjauhkan diri dari jangkauan rakyat. Mereka yang
akan berapat di gedung itu dipastikan akan meminta jatah alat transportasi
berupa mobil serta biaya kontrak rumah. Ironi di tengah kondisi kabupaten SBB yang
sedang berkembang.
Setelah melewati gedung yang basi
itu, kami akhirnya sampai ke ujung Barat Pulau Seram, daerah Piru. Sebuah
Gapura bertuliskan “Wellcome to Pulau Osi” menyambut kami. Gapura ini sebagai
pintu gerbang menuju pulau Osi melewati jembatan kayu sepanjang 3-4 Km.
Perjalanan dari Piru ke Gapura tersebut melalui jalan raya seadanya, tanpa
aspal. Jalanan hingga ke gapura Pulau Osi bisa saja diaspal oleh Pemda
ketimbang membangun bangunan DPRD di atas bukit. Dari hitung-hitungan ekonomi,
bisa meningkatkan PAD kabupaten SBB dari sector pariwisata.
Selanjutnya kami berjalan kaki
menuju Pulau Osi melalui jembatan kayu yang cukup panjang. Cukup melelahkan
juga berjalan kaki di atas jembatan sepanjang itu. Tapi itu yang membuat
ekstotis perjalanan melalui pulau Osi. Bagi yang hoby fotografi, bisa
mengabadikan beberapa momen bagus dari seputaran jembatan kayu tesebut. Jembatan kayu dibuat sambung meyambung dari
pulau kecil yang satu ke pulau kecil yang lain hingga mencapai Pulau Osi di
ujug barat. Di sanalah para nelayan berkampung yang konon semua berdarah Buton,
Sulawesi Tenggara.
Perjalanan di atas jembatan kayu
akan sangat nikmat karena di samping kanan-kiri jembatan terhampar indahnya
tanaman Bakau kemudan indahnya laut daerah pesisir. Semakin dekat ke Pulau Osi,
kita bisa melihat ikan-ikan kecil di bawah jembatan yang berenang bebas.
Jernihnya air laut semakin memanjakan mata untuk tak henti-hentinya memandangi
biota laut. Pemandangan indah tersebut tersaji sepanjang jembatan hingga pulau
Osi.
Berada di Pulau Osi seperti
berada dalam taman laut. Di sekeliling ada haparan kepulauan yang hijau,
dibatasi oleh jernihnya air laut. Lautnya pun sangat kaya akan ikan-ikan. Tidak
ada polusi laut. Sepertinya masyarakat Pulau Osi sangat paham akan keseimbangan
ekosismtem laut. Sekali lagi, setiap mata yang pertama kali menginjakkan kaki
di pulau Osi akan sangat terkesan akan panorama lautannya. Air laut yang sangat
jernih tersbut sangat menyejukkan hati untuk dipandang.
Malam hari kami menginap di
penginapan. Di pulau Osi ada sebuah resort yang sedang dibangun. Walaupun belum
rampung, kami sudah merencanakan untuk menginap di tempat tersebut. Dari
sinilah akan tersaji pemandangan laut yang mengesankan. Angin sepoi-sepoi tidak
henti-hentinya berhembus. Kami mengistrahatkan diri di resort tersebut hingga
sore harinya. Kemudian sore harinya berjalan-jalan santai ke kampung nelayan di
Pulau Osi.
Esok harinya kami menghabiskan
waktu berkunjung ke Pulau Osi untuk berenang di Pulau Kelelawar. Pulau tersebut
berada di seberang dan dijangkau dengan menggunakan speed boat. Pemandangan
bawah laut lebih indah lagi di pulau ini. Saya sangat menikmati pemandangan
terumbu karangnya. Ini adalah kesempatan pertama saya melihat keindahan terumbu
karang secara langsung. Di pulau Kelelawar terlihat masih sangat alami,
lautannya masih sangat jernih dan airnya bagai cairan Kristal, membiru sangat
jernih. Terumbu karangnya akan terlihat jelas dan sangat enak dipandang dengan
snorkeling. Demikianlah indahnya Pulau Osi dan Pulau Kelewarnya. Kami
menghabiskan waktu untuk berenang-renang di sana hingga tengah hari.
Selanjutnya kami kembali ke Pulau Osi karena setelah makan siang kami sudah
harus kembali ke Ambon.
Bagi travellers yang tertarik untuk mengunjungi Pulau Osi di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku, kami menyediakan jasa sewa mobil ke Pulau Osi dengan harga bersahabat.
ReplyDeleteSilahkan Kunjungi Kami : Jasa Sewa Mobil di Ambon