Skip to main content

SALAM GONG XI FAT CHAI DARI SURABAYA

Hellow bloggers, lama tak mengisi lagi tulisan di blog ini. Maklum sajalah, terkadang untuk menuliskan sesuatu itu membutuhkan sedikit aroma inspirasi supaya tulisaannya memiliki rasa. Namun sesungguhnya ada begitu banyak inspirasi yang hinggap dalam kepala saya, hanya saja menguntainya dalam kata-kata yang tidak sempat.

Owkay, sebenarnya akhir-akhir ini saya merasa terlalu sibuk dan fokus dalam dunia saya. Maksud saya apa yang saya lakukan selama ini. Bukan akhir-akhir ini saja, tapi sudah hampir setahun. Sudah agak lama.
Saya sudah kembali ke Surabaya sejak tanggal 16 Desember 2012 yang lalu. Hingga sekarang saya masih ada di kota pahlawan ini. Sebelumnya saya sempat menginjakkan kaki kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Saya di sana kurang-lebih sebulan, berangkat kesana tanggal 15 November 2012 dan kembali tanggal 16 Desember 2012.

Bicara tentang Surabaya, sebenarnya sudah lama saya berada di kota ini sebelumnya. Dulu, setelah saya diwisudah sarjana di Kota Salatiga saya langsung bergegas ke Surabaya. Waktu itu bulan Juli 2011, tanggalnya saya lupa.

Sesuai rencana, saya mendaftar sebagai Management Trainee pada sebuah perusahaan yang cukup meng-Indonesia. Lulus semua tahapan test dan akhirnya tanggal 02 Maret 2012 saya dikirim ke Tangerang dan Jakarta selama berbulan-bulan untuk menjalani training hingga bulan Agustus 2012 baru kembali lagi ke Surabaya.


Tak lama setelah itu, tanggal 15 November 2012 dikirim lagi ke Palangkaraya dan balik lagi ke Surabaya tanggal 16 Desember 2012 (seperti saya tulis di atas).

Enak jalan-jalan?. TIDAK. Menurutku tak ada pekerjaan yang enak. Semuanya butuh kerja keras dari kita yang menjalaninya. Kerja keras itu membutuhkan pengorbanan, semangat, energi hingga cinta. Dengan mengedepankan pikiran optimis dalam mengerjakannya serta penuh dengan harapan positif serta doa pasti pekerjaan yang kita jalani tersebut terasa nyaman untuk dijalani. Dimanapun kita meniti karir, ketika itu dijalani dengan semangat serta optimisme yang tinggi untuk berhasil maka lambat-laun akan dicapai juga keberhasilan itu. Jadi, intinya tetap semangat Pren!.

Selama di Surabaya, saya sendiri telah melewati beberapa masa. Maksud saya masa Natal, masa Lebaran, masa Nyepi hingga masa tahun baru China (Imlek) seperti sekarang ini yang telah memasuki tahun naga. Imlek sendiri sudah kali saya lewati.

Saya tidak ada darah Tionghoanya tapi Imlek yang jatuh pada hari ini (10 Feb. 13) telah mengasup aroma inspirasi tersendiri dalam kepala saya. Walaupun mata saya agak sedikit sipit, tapi blas tidak ada darah Tionghoanya. Sama saja dengan kekasih saya, sipit matanya lebih parah ketimbang saya tapi lagi-lagi darah Tionghoanya tidak ada blas. Haha.

Bicara tentang sipit, dulu sewaktu saya kuliah di UKSW (Kota Salatiga), banyak teman saya yang matanya sipit. Nah, kalau mereka itu memang keturunan Tionghoa. Sampai-sampai banyak anak Toraja yang kuliah di sana yang ketularan sipit juga. Ini fakta.

Kembali ke Surabaya, sudah dua masa Imlek saya lalui di sini. Nah, pada perayaan imlek kali ini saya taklupa mengucapkan selamat memasuki tahun baru bagi teman/rekan/sahabat/kenalan saya yang berdarah Tionghoa. GONG XI FAT CHAI kawan!. Amin?. Aminnnnnn......

Memasuki dunia kerja membuat saya cukup banyak berubah. Entah kenapa, mungkin ini yang dibilang shock culture. Masuk dalam sebuah budaya baru yang ekstrim. Tapi itu masih bagian dari hidup kan?. Hidup kita ini sungguh dinamis, kalau tidak merasakan dimanisnya hidup itu namanya rugi hidup. Banyak perjuangan yang harus kita jalani ketika berproses.

Kehidupan berlanjut, proses terus berjalan.

Jetis Kulon – Surabaya. 10 Februari 2013.
Salam dingin.

Comments

Popular posts from this blog

Ma' tutu nene'

Budaya orang Indonesia menekankan kepada setiap generasi agar mengetahui garis keturunannya hingga beberapa generasi ke belakang. Orang-orang tua akan menurunkan silsilah keluarga itu kepada anak-anaknya secara lisan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kekeluargaan masyarakat Indonesia sangat erat, dan menjadi ciri tersendiri dalam tatanan masyarakat global.  Warisan budaya lokal kita sebagai masyarakat Indonesia sangatlah kaya. Ditambah dengan kearifan lokal yang terbentuk dalam pergaulan masyarakat sehari-hari semakin membuat kita bangga sebagai masyarakat Indonesia.  Tantangan bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para pendahulu. Warisan budaya menjadi hal esensial untuk tetap kita jaga. Siapapun kita, baik birokrat ataupun sebagai penghulu adat.  Saya sendiri yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Toraja sangat ditekankan untuk mengerti akan nilai-nilai budaya Toraja. Itu bukan menjadi pelajaran formal di sekolah tetapi se

Bangunan makam yang unik dari masyarakat Toraja

Halo semuanya, ini adalah tulisan ketiga yang saya kelompokkan ke dalam tulisan tentang budaya lokal, terkhusus mengenai masyarakat Toraja yang tinggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kali ini saya akan menulis kebiasaan masayarakat Toraja yang membangun makam bagi keluarga. Ini mungkin janggal kedengaran bagi sahabat blogger bahwa sebagian kecil/besar masyarakat Toraja membangun makan keluarga. Makam seperti ini secara umum di kenal dalam kalangan masayarakat Toraja dengan sebutan  ' patane ' atau ' patani '. Bangunan ' patane ' banyak variasinya, tapi secara umum desain dindingnya berupa bujursangkar atau persegi panjang. Bagian yang banyak divariasi adalah bagian atap. Salah satu 'patane' di daerah Kec. Bastem, Kabupaten Luwu. Courtesy of Joel Pasande 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 'patane' di daerah gunung Singki', Toraja Utara. Courtesy of Aswan Pasande. 

Menyusuri jalan Trans Sulawesi dari Poso ke Palu

Perjalanan darat yang cukup lama saya lalui selama ini di pulau Sulawesi adalah jalur Makassar – Palopo atau sebaliknya yang menghabiskan waktu lebih dari 8 jam perjalanan. Waktu tersebut bisa menjadi sangat lama, atau bisa menjadi menyenangkan dengan sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, tergantung bagaimana menikmati perjalanan tersebut.   Tanggal 26 Maret 2018 lalu saya berkesempatan menyusuri jalur darat yakni jalan Trans Sulawesi dari Kabupaten Poso ke Kota Palu. Kebetulan juga saya ada perjalanan dinas bersama beberapa rekan, dan atasan kami mengajak untuk melewati jalur darat. Saya menganggap jalur darat Poso-Palu ini cukup ringan, karena saya sejak kecil sudah terbiasa dengan jalur darat yang menantang, entah itu dari Palopo ke kampung saya, atau dari Palopo ke Toraja. Dalam benak saya, pengalaman jalur darat saya sudah banyak. Namun, dari informasi teman-teman di Poso jalur Trans Sulawesi dari Poso ke Palu rawan longsor, dan sering buka-tutup jalur. Pada saat Op